Kamis 12 Sep 2013 16:15 WIB

Waspadai Jika Anak Membeli Obat Flu Jumlah Banyak

Rep: Yulianingsih/ Red: Dewi Mardiani
obat/ilustrasi
Foto: daan
obat/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Jika menemukan anak yang tiba-tiba membeli obat flu atau obat batuk dalam jumlah banyak, nampaknya harus dicurigai dan diawasi secara intensif. Pasalnya obat-obat semacam itu saat ini banyak disalahgunakan para pelajar dan mahasiswa.

Dalam obat-obat tersebut mengandung obat penenang yang dalam jumlah besar bisa menimbulkan ketergantungan. "Di obat-obat seperti flu dan batuk, itu ada kandungannya penenang. Itu banyak digunakan anak-anak. Maka patut dicurigai jika anak-anak beli obat flu dan batuk yang banyak. Meski kandungannya sedikit tapi kalau dikonsumsi banyak, ya merusak," ujar Kepala Badan Nasional Narkotika Provinsi (BNNP) DIY, Budiharso di DI Yogyakarta (DIY), Kamis (12/9).

Selain obat flu dan batuk, anak-anak, menurutnya, juga harus dilarang membeli obat tanpa label yang jelas. Sebab obat-obat yang tidak memiliki label jelas diindikasikan merupakan obat palsu. Saat ini kata dia, banyak napza yang dimasukkan dalam kapsul-kapsul tertentu dan dijual secara sembunyi-sembunyi.

Obat penenang kata dia, juga dijual secara resmi dan bebas di Yogyakarta. Modusnya, orang mengeluh sulit tidur dan periksa ke dokter. Dokter tersebut kemudian menuliskan resep resmi berisi obat penenang untuk ditebus di apotek. Obat-obat inilah yang banyak disalahgunakan dewasa ini.

Karena itulah, dia mengajak guru dan masyarakat untuk mengawasi gejala tersebut. Jika menemukan anak dengan indikasi penggunaan obat-obatan yang cukup banyak harus segera didekati dan diajak komunikasi. "Anak jangan dimarahi atau bahkan dimusuhi, justru harus didekati dan diajak komunikasi," terangnya.

Pencegahan pertama yang harus dilakukan pihak orang tua, sekolah maupun masyarakat, katanya, adalah membiasakan dengan pola hidup sehat pada anak-anak. Dengan pola hidup sehat maka kebiasaan-kebiasaan konsumsi obat-obatan yang tidak diperlukan akan berkurang.

Selain itu sosialisasi terkait penyalahgunaan Napza, katanya, harus gencar dilakukan. Namun BNNP tidak sepakat jika pencegahan penyalahgunaan napza tersebut dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Pasalnya itu justru akan memberatkan siswa dan guru. "Dibutuhkan pengetahuan yang luas terkait Napza ini, kalau salah informasi justru berbahaya," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement