Senin 02 Sep 2013 21:11 WIB

Siapa Capres Potensial di Wall Street Journal dan New York Times?

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Djibril Muhammad
Pemilu 2014
Pemilu 2014

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mau tahu siapa calon presiden (capres) potensial menurut dua media cetak berbahasa Inggris paling tinggi tiras globalnya, yakni Wall Street Journal dan New York Times?.

"Hasilnya, cukup bisa diduga meski mungkin akan mengagetkan beberapa pihak," kata Adi Ahdiat, analis Prapancha Research (PR) di Jakarta, Senin (2/9).

Berdasarkan pantauan PR terhadap tajuk rencana dan opini tentang capres potensial Indonesia di Wall Street Journal dan New York Times, menurut Adi, ditemukan dalam sembilan tahun terakhir tak ada artikel yang menyinggung sosok Wiranto dan Prabowo sebagai capres potensial, selain satu artikel yang mengulas para tokoh yang akan maju di Pemilu 2009.

Sebanyak tujuh artikel menyinggung Prabowo, namun enam di antaranya ditulis antara 1996-1998 terkait peralihan kekuasaan di Indonesia yang waktu itu terlihat penuh ketidakpastian.

Artikel yang menyinggung Wiranto jauh lebih anyak, 41 artikel, namun juga antara 1998-2004 terkait perannya di masa-masa awal reformasi.

Megawati, yang pernah menjabat presiden, disinggung sebanyak 119 kali. Tetapi selain enam artikel yang mengulas profilnya sebagai presiden wanita dan prospeknya di 2009, sisanya adalah tentang kepresidenannya dan perannya di masa reformasi.

Sementara Aburizal Bakrie dan Jokowi, yang paling belakangan naik daun, belum memiliki riwayat di media-media berpengaruh ini.

Tentu saja yang paling banyak dibahas dalam kaitannya dengan situasi saat ini adalah presiden berkuasa, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dari 89 pemberitaan tentang SBY, teramati perkembangan citra SBY.

Dari sosok yang di masa awal kekuasaannya (2004-2006) diharapkan akan membangun demokrasi, menjamin keadilan bagi minoritas, bersikap tegas terhadap fundamentalisme, dan menjalankan pemerintahan antikorupsi, menjadi pemimpin yang gagal mewujudkan semua harapan tersebut di tahun-tahun selanjutnya.

"Citra SBY yang muncul ternyata masih sejalan dengan citra di dalam negeri, dari sosok harapan menjadi sosok mengecewakan lantaran kesan tidak tegasnya," ujar Adi.

Dari masih kaburnya wawasan perihal kandidat-kandidat potensial pemilu 2014 mendatang hingga citra gagalnya pemimpin Indonesia saat ini menciptakan pemerintahan yang bersih dan penegakan hukum yang tak pandang bulu, wajar saja bila muncul kegamangan pasar baik domestik maupun internasional menjelang pergantian pemerintahan.

"Terlebih sudah menjadi tradisi dalam pemilu di Indonesia, ketokohan lebih menuai dukungan dibanding program ataupun ideologi partai. Jangan heran bila aktor-aktor dari dunia usaha merasa pemilu tak ayalnya memilih kucing dalam karung," kata Adi menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement