REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemilukada Gubernur Jawa Timur yang bakal digelar 29 Agustus mendatang, berpotensi besar diulang. Sebab, banyak pelanggaran yang terbukti dilakukan penyelenggara.
"Publik sudah melihat dengan telanjang bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jatim menghasilkan putusan blunder. Itu efek dari pertarungan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri", kata Inisiator Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih, Adhie M Massardi kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (28/8).
Adhie mengaku sudah berkeliling Jatim selama lebih dari sepekan. Terakhir di kawasan tapal kuda (Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo). Beberapa Ketua KPU tingkat Kecamatan (PPK) memaparkan berbagai masalah yang belum jelas seperti daftar pemilih tetap (DPT) belum dimutakhirkan. Salah satu laporan disampaikan Ketua PPK Banyuwangi. Katanya di setiap TPS tercatat kelebihan data antara 50 sampai 250 orang.
“Nah, umumnya yang paling parah terkait panitia pemilu di semua tingkatan (PPK, PPS, KPPS). Mereka tidak paham bagaimana mengatasi formulir rekapitulasi suara (C1) yang sudah didistribusikan KPU Jatim. diformulir itu tidak ada foto dan nama pasangan calon (paslon) No 4, Khofifah Indar Parawansa-Herman S Sumawiredja. Mereka juga tidak paham terkait rencana KPU Jatim untuk menambah paslon Khofifah-Herman dengan stiker,” papar Adhie.
Juru bicara Gus Dur saat masih menjabat sebagai presiden ini menengarai formulir C1 itu sangat aneh. Seperti tidak bisa ditolak, itu merupakan skenario untuk merusak suara Khofifah-Herman. Maka, kata Adhie, kami minta KPU Jatim untuk membuat surat edaran ke KPU se-Jatim untuk semua tingkatan, agar sebelum formulir tersebut dimasukan ke dalam kotak suara maka harus ditayangkan di setiap TPS agar bisa disaksikan warga masyarakat.
“Kalau KPU Jatim tidak mau melakukan hal itu berarti penyelenggara pilgub Jatim memang sudah berkomplot untuk menjegal Khofifah-Herman. Saya mengamati setelah gagalnya skenaio pertama yakni penyingkiran Khofifah-Herman sebagai kontestan maka skenario kedua adalah lewat formulir C1 yang didesain seperti itu,” ujarnya.
Ia berharap kepada kiai di sejumlah pesantren, jaringan PMII dan elemen pergerakan di Jawa Timur agar memotret formulir C1 yang sudah ditandatangani panitia dan saksi-saksi. Dengan begitu, kita punya bukti otentik jikalau mereka melakukan kecurangan.
"Bersama dengan elemen masyarakat Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih seperti Ray Rangkuti, Jeirry Sumampow, Boni Hargens, Usman Hamid, Neta S Pane, dll. Adhie Masaardi akan memantau langsung pencoblosan pilgub Jatim tersebut", tutur pria kelahiran Subang itu.