REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat per 30 Juni dan 31 Juli 2014 tidak mencapai target. Data yang digulirkan Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran menunjukkan, realisasi belanja Jabar hanya 32,22 persen.
Angka ini masuk ke angka terendah menyusul kemudian Aceh (30,92 persen), DKI Jakarta (30,70 persen), Riau (29,34 persen) dan Banten 26,72 persen.
Meskipun realisasi belanja Jabar sedikit meningkat dibanding bulan sebelumnya, Ketua Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UK4P) Kuntoro Mangkusubroto menganggap pemerintah daerah yang memiliki realisasi belanja yang rendah kurang memiliki rencana pelaksanaan anggaran yang jelas.
Realisasi anggaran rendah juga disebabkan oleh penyusunan APBD yang kurang tepat waktu, pengawasan pelaksanaan nggaran yang kurang dan lelang proyek dan kontrak tidak ditandatangani serentak.
Akibatnya, kata dia, perubahan APBD merepotkan karena melibatkan kembali DPRD. Sehingga, waktu efektif dalam melaksakan realisasi anggaran hanya hitungan bulan.
Hal ini pun diakui oleh Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar pada saat Penyampaian Nota Gubernur Perihal Raperda Tentang Perubahan APBD Rapat Paripurna DPRD Provinsi Jawa Barat.
Ia khawatir jika perubahan APBD tidak sesuai target yang direncanakan. Pasalnya, menurut Deddy, pada tanggal 3 September baru rapat sidang paripurna, sementara bulan Oktober sudah pelaksanaan anggaran. "Kalau bisa dipercepat dan disahkan dewan, akan lebih baik dan efisien,"kata dia.
Dalam penyampaian nota gubernur tersebut, Deddy menyampaikan delapan item yang mendapat porsi dan penambahan cukup besar. Di antaranya adalah dinas perhubungan, bina marga dan dinas sosial.
Menurut Deddy, dinas-dinas tersebut merupakan organisasi perangkat daerah yang melayani publik dan infrastruktur, sehingga penambahan porsi anggaran lebih banyak dari dinas lainnya.
Sementara itu menurut anggota Komisi A DPRD Jabar Deden Darmansyah, perlu ada revitalisasi anggaran karena belanja tidak langsung masih tinggi. Padahal, belanja tidak langsung banyak yang tidak menyentuh kepentingan publik.