REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sampai saat ini hanya Indonesia dari seluruh negara di Asia yang belum menandatangani dan mengakses Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau.
"Padahal FCTC bertujuan untuk melindungi generasi masa kini dan masa mendatang dari dampak konsumsi tembakau dan paparan asap rokok terhadap kesehatan, sosial, lingkungan dan ekonomi," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Kesehatan Murti Utami dalam rilisnya yang dikirim ke ROL.
Akibat belum menandatangani dan mengakses FCTC ada empat kerugian yang dialami Indonesia. Pertama, saat ini Indonesia merupakan target pasar atau tujuan utama pemasaran industri rokok multi nasional yang berisiko merusak kesehatan generasi bangsa dan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
Kedua, konsumsi rokok di Indonesia akan semakin meningkat tajam terutama di kalangan kelompok rentan seperti anak-anak, ibu hamil dan penduduk miskin. Hal ini akan meningkatkan angka kesakitan dan kematian terkait penyakit akibat konsumsi rokok.
Ketiga, Indonesia tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti Conference of Party, yaitu konferensi negara-negara yang telah meratifikasi FCTC untuk memperjuangkan kepentingannya dan terlibat dalam negosiasi penerapan panduan dan protokol FCTC.
Keempat, Indonesia kehilangan harkat dan martabat sebagai negara yang melindungi dan bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Lebih lanjut Murti mengungkapkan Indonesia adalah negara urutan kedelapan produsen tembakau di dunia. Tiga negara penghasil tembakau terbesar di dunia yaitu China, Brasil dan India justru telah menandatangani serta meratifikasi FCTC.
Produksi tembakau di Indonesia sebesar 1,91 persen dari total produksi dunia. Sedangkan produksi tembakau di Cina, Brasil dan India menghasilkan 64 persen dari total produksi dunia.