REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai keakraban Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dapat menjadi poros kekuatan baru untuk menghadapi dominasi sistem global.
"Ini bukan hanya tentang sorotan media, tetapi juga menjadi jendela untuk memahami arah baru dunia," kata Khairul melalui rilis ISESS yang diperoleh pada Sabtu.
Khairul memulai analisanya dari sebuah foto Erdogan menggamit lengan Prabowo, saat keduanya berjalan berdampingan menyusuri istana yang terang dan megah di Ankara. Suasana resmi itu dipenuhi gerak tubuh hangat, diapit para pejabat, pengawal dan kamera yang membingkai langkah kedua pemimpin.
"Erdogan, pemimpin tangguh yang telah lama menjadi simbol keteguhan dunia Muslim, seakan memberikan pengantar istimewa bagi Prabowo, pemimpin baru dari Asia Tenggara yang tengah memainkan peran globalnya," kata Khairul dalam keterangannya.
Menurut Khairul, sikap erat itu menyiratkan lahirnya poros baru antara Jakarta dan Ankara, poros yang tak hanya dibangun di atas kepentingan ekonomi atau pertahanan, tetapi juga nilai, sejarah, dan tanggung jawab moral bersama.
"Dunia menyaksikan kebangkitan dua bangsa besar dari Selatan Global, Indonesia dan Turki yang ingin menawarkan alternatif atas dominasi lama, menyusun ulang arsitektur global menuju tatanan yang lebih adil, multipolar, dan manusiawi," katanya.
Sebelum pertemuan bilateral di istana, Prabowo mendapat kehormatan langka untuk berbicara di hadapan parlemen Turki. Di forum tinggi itu, ia menyampaikan pidato yang bukan sekadar basa-basi diplomatik, melainkan deklarasi nilai dan arah kepemimpinan moral.