REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan sengketa Pilkada Kabupaten Kudus yang diajukan oleh pasangan Muhammad Tamzil-Asyrofi.
"Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Akil Mochtar, saat membacakan amar putusan di Jakarta, Selasa.
Dalam pertimbangannya, MK menilai pemohon tidak bisa membuktikan terjadinya pelanggaran yang bersifat sistematis, terstruktur dan masif. Dalam permohonannya, pemohon mendalilkan adanya politik uang, penggunaan anggaran APBD dan mobilisasi PNS yang dilakukan pihak terkait (Pasangan Mustofa-Abdul Hamid).
Mahkamah menilai pelanggaran-pelanggaran politik uang (money politic) yang didalilkan dan dibuktikan dalam persidangan tidak termasuk pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, serta tidak signifikan mempengaruhi peringkat perolehan suara pasangan calon.
Sedangkan dalil adanya pelanggaran dalam penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) berupa bantuan keuangan kepada desa menjelang Pilkada, menurut mahkamah tidaklah dapat dibuktikan atau dipastikan adanya kaitan langsung pemberian bantuan dengan simpati yang diperoleh Pihak Terkait.
MK juga menilai pemohon tidak bisa membutikan adanya mobilisasi yang mempengaruhi perolehan suara pihak terkait secara siqnifikan.
Sementara permohonan sengketa Pilkada yang diajukan oleh pasangan Erdi Nurkito-Anang Fahmi dinyatakan tidak diterima karena salah objek (error in objecto).
Dengan ditolaknya permohonan ini, maka Pasangan Mustofa-Abdul Hamid tetap menjadi pemenang Pilkada Kudus setelah KPU menetapkan memperoleh memperoleh 220.448 suara atau 48,33 persen dari jumlah suara sah sebanyak 456.204 suara.