REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Indonesia dinilai belum memiliki komitmen utuh untuk tidak membakar hutan dan lahan lagi. Penilaian itu tercermin dari terbakarnya hutan di Sumatra beberapa hari lalu.
Walau otak pembakaran itu bukan orang Indonesia atau khususnya orang Riau, namun Indonesia dinilai gagal dalam menerapkan 'zero burning'.
"Artinya, fungsi pengawasan yang tidak jelas. Ketika gerbang kemarau sudah memasuki, seharusnya pemerintah memperketat pengawasan. Mengimbau seluruh kabupaten/kota agar masing-masing daerah melakukan fungsi pengawasan, sehingga kebakaran bisa dicegah," jelas peneliti lingkungan dari Rona Lingkungan Hidup Universitas Riau Tengku Ariful Amri, Rabu (26/5).
Menurut Tengku, penerapan hukum di lapangan juga gagal. "Meski sudah ada Inpres Nomor 16 tahun 2011 tentang peningkatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, tapi tidak dijalankan," katanya lagi.
Wakil Gubernur Riau, Raja Mambang Mit sebelumnya mengatakan, luas lahan yang terbakar di tiga kabupaten/kota yang masuk wilayah provinsi itu hingga Jumat (21/6) kurang lebih sekitar 3.700 hektare.
"Tiga daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia dan Singapura itu, yaitu Kabupaten Rokan Hilir, Kota Dumai, dan Kabupaten Bengkalis," katanya.
Kebakaran hutan dan lahan di tiga kebupaten/kota itu yang paling parah, sehingga Riau dikenal sebagai provinsi di Pulau Sumatra yang mengekspor asap karena paling banyak ditemukan titik panas.