Selasa 18 Jun 2013 23:00 WIB

Hakim Cecar Notaris Soal Rumah Istri Djoko Susilo

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Mansyur Faqih
Mantan Putri Solo tahun 2008, Dipta Anindita diperiksa KPK sebagai saksi untuk  Irjen Djoko Susilo terkait kasus korupsi simulator SIM
Foto: Republika/Adhi.W
Mantan Putri Solo tahun 2008, Dipta Anindita diperiksa KPK sebagai saksi untuk Irjen Djoko Susilo terkait kasus korupsi simulator SIM

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, mencecar notaris sekaligus Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Aswendi Kamuli. Ini terkait pengurusan akta jual beli rumah Istri Djoko Susilo, Dipta Anindita. Aswendi dinilai menyalahi prosedur karena sudah memberikan blanko kosong akta jual beli kepada notaris lain, Erick Maliangkay.

Sekitar 2011, Erick tertarik untuk membeli rumah milik Baharatmo Prawiro Utomo di daerah Jakarta Selatan. Namun kenyataannya setelah membeli, rumah itu diatasnamakan Dipta Anindita. Aswendi mengatakan, Erick sempat memintanya untuk memberikan blanko kosong untuk pengurusan akta jual beli. Ia mengenal Erick sebagai PPAT di Jakarta Pusat. 

"Saya dapat order dari Erick, sesama rekan. Dia di (Jakarta) Pusat, saya di Selatan," kata Aswendi, saat menjadi saksi bagi terdakwa kasus dugaan korupsi simulator SIM dan tindak pidana pencucian uang, Djoko Susilo, Selasa (18/6).

Majelis hakim mempertanyakan Aswendi yang memberikan blanko kosong akta jual beli pada Erick. Padahal, rumah yang dijual berada di wilayah kewenangan PPAT Jakarta Selatan tempat Aswendi bekerja. Aswendi mengetahui secara prosedur profesi tindakannya itu menyalahi aturan. "Dalam praktiknya itu sudah lazim dilakukan," kata dia.

Menurut Aswendi, Erick yang mengisi data dalam akta jual beli di Jakarta Pusat. Kemudian, ia melengkapi akta jual beli rumah di Jalan Cikajang Nomor 18, Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan itu. Mengenai blanko kosong, Baharatmo juga membenarkan.

Ia menyatakan menandatangani akta jual beli dalam keadaan kosong. Itu terjadi ketika pembayaran pembelian rumah seluas 246 meter persegi itu sudah lunas. Baharatmo mengaku masih awam dalam pengurusan jual beli, sehingga saat itu langsung tanda tangan. "Karena saya sudah terima pembayaran dan sudah memberikan dokumen sah," kata dia.

Mengenai nilai uang dalam akta juga sempat dipertanyakan hakim. Dalam akta jual beli, tertulis nilai sebesar Rp 1,9 miliar. Padahal rumah dibeli dengan harga Rp 6,3 miliar. Hakim mencurigai nilai dalam akta jual beli itu karena akan berpengaruh terhadap pembayaran pajak. Baharatmo mengatakan, ia hanya mengikuti hitung-hitungan yang dilakukan Erick. "Asumsi saya, itu dari NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)," kata Baharatmo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement