Rabu 05 Jun 2013 13:49 WIB

Pakar: PKS Seharusnya Tarik Menteri di Kabinet

Gedung DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Jakarta.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Gedung DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA --  Pakar politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Saleh Partaonan Daulay mengatakan apabila menolak kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) maka PKS harus keluar dari koalisi dan menarik semua menteri dari Kabinet Indonesia Bersatu II.

"Spanduk penolakan kenaikan harga BBM di pelosok tanah air nyata menunjukkan PKS sudah berseberangan dengan pemerintah. Ini bukti konkret ketidakpatuhan dan perlawanan PKS," kata Saleh Partaonan Daulay di Jakarta, Rabu.

Dengan kampanye melalui spanduk yang menampilkan pengurus dan bakal calon anggota legislatif dari PKS itu, pemerintah tidak mungkin lagi mengharapkan mereka akan mendukung kebijakan kenaikan harga BBM. Apalagi para petinggi PKS secara konsisten juga menyatakan menolak.

Karena itu, tidak etis lagi PKS masih berada dalam koalisi dan kabinet. Apabila PKS tidak menarik para menterinya dari kabinet, Saleh menyarankan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengambil sikap tegas dengan mengganti menteri dari PKS dengan kader partai anggota koalisi yang masih loyal.

"Presiden tidak perlu banyak pertimbangan lagi. Fakta sudah jelas. Spanduk PKS yang menolak kebijakan kenaikan harga BBM sudah ada di mana-mana," tuturnya.

Selain karena menolak kenaikan harga BBM, Saleh mengatakan PKS juga sudah tidak etis lagi berada di dalam kabinet karena kompensasi kenaikan harga BBM akan disalurkan oleh kementerian yang diisi kader partai tersebut.

"Jauh-jauh hari pemerintah sudah menyampaikan ada empat program kompensasi yaitu bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM), beras miskin, program keluarga harapan dan beasiswa siswa miskin. Tiga program itu akan dikoordinasikan langsung oleh Menteri Sosial ( Salim Segaf Al Jufri, red)," tuturnya.

Menteri Sosial dijabat Salim Segaf Al-Jufri, salah satu politisi dari PKS.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement