REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Gugatan warga menolak swastanisasi pengelolaan air Jakarta masih pada tahap agenda pemeriksaan eksepsi kompetensi absolute. PT. Palyja sebagai Turut Tergugat 1 mengajukan ahli Prf DR Yos Johan Utama M Hum sebagai ahli di bidang hukum administrasi Negara atau tata usaha Negara.
PT Palyja dalam eksepsi mempermasalahkan gugatan warga negara yang diajukan Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) masuk dalam kewewenangan PT UN karena mempermasalahkan support letter dari Gubernur DKI Jakarta No. 3126/072 tanggal 24 Desember 1997 dan Mentri Keuangan No. S-684/ MK.01/ 1997 tanggal 26 Desember 1997.
Surat tersebutlah yang melegitimasi adanya pengalihan pengelolaan air di DKI Jakarta untuk dikelola oleh swasta. Dalam pemeriksaan keterangannya, ahli menyatakan support letter yang dikeluarkan Gubernur DKI Jakarta dan Menteri Keuangan tersebut termasuk dalam Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).
Ahli kemudian menjelaskan, support letter tersebut telah memenuhi kualifikasi konkret, individual, dan final. Oleh sebab itu, menurut ahli, gugatan terhadap pembatalan support letter harus ditujukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Kuasa hukum KMMSAJ, Febu Yonesta mempertanyakan soal daluarsa perkara tata usaha Negara yang dapat diajukan. "Apabila telah melewati masa daluarsa tersebut bagaimana upaya hukum yang bisa dilakukan," ujarnya.
Demikian juga Ahli dari PT. Palyja yang menerangkan putusan tata usaha negara dapat diajukan gugatan ke PTUN dalam jangka waktu 90 hari terhitung sejak diterbitkan keputusan tata usaha negara tersebut.
Apabila telah melewati jangka waktu tersebut maka KTUN tidak dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara, namun ke pengadilan lain.
Febi Yonesta mengatakan, tanggal terbitnya support letter tersebut terhitung tanggal 24 Desember 1997 dan 26 Desember 1997. Dengan demikian, ia mengutip pendapat para ahli yang mengatakan support letter tersebut bukan lagi kewewenangan dari PTUN.
Hakim ketua melanjutkan pemeriksaan dengan menanyakan, apabila sebuah gugatan yang menuntut pembatalan suatu putusan tata usaha negara bukan merupakan tuntutan utama, namun hanya pelengkap untuk sempuranya sebuah gugatan,
Apakah gugatan tersebut dapat dikesampingkan menjadi perkara Tata Usaha Negara? Ahli tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut karena pertanyaan tersebut bukanlah kompetensinya menyangkut gugatan perdata untuk menuntut hak keperdataan.
Akhirnya, sidang ditunda untuk dilanjutkan kembali pada Selasa 18 Juni mendatang dengan agenda putusan sela penetapan gugatan warga negara.