Senin 20 May 2013 12:58 WIB

Penyidik Polri Minta Maaf ke Kompolnas

Brigjen Pol. Boy Rafli Amar
Foto: Republika/Agung Fatma Putra
Brigjen Pol. Boy Rafli Amar

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Polisi Boy Rafli Amar mengatakan pihak penyidik telah meminta maaf kepada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) terkait penangkapan Aiptu Labora Sitorus di depan kantor lembaga pengawas kepolisian itu.

"Penyidik sudah minta maaf," kata Boy di Jakarta, Senin. Mantan Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya itu juga berdalih penangkapan Aiptu LS dilakukan pada saat setelah selesai, bukan saat pertemuan.

Lebih lanjut, Boy juga mengatakan bahwa apa yang disampaikan Aiptu LS di Kompolnas bukanlah hak bintara itu karena yang bersangkutan telah dinyatakan sebagai tersangka. "Tentu kepada semua pihak kita harus yakini bahwa LS bersalah," ujar dia.

Sebelumnya, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyesalkan penangkapan Aiptu LS dilakukan di halaman kantor Kompolnas di Jalan Tirtayasa, Jakarta Selatan, Sabtu (18/5) pukul 20.00 WIB, setelah yang bersangkutan mengadu perihal penetapan dia sebagai tersangka.

"Terlepas apakah LS bersalah atau tidak namun penangkapan ini sangat tidak menghargai lembaga Kompolnas sebagai lembaga pengawas eksternal Polri," kata Komisioner Kompolnas, Hamidah Abdurahman, di Jakarta, Sabtu malam.

Kompolnas menanyakan motivasi polisi melakukan hal tersebut apakah sengaja mau menjatuhkan nama lembaga Kompolnas.

LS ditangkap di kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) di Jalan Tirtayasa, Jakarta Selatan, Sabtu (18/5) sekitar pukul 20.00 WIB oleh tim penyidik Bareskrim bersama Polda Papua.

Dia telah dinyatakan sebagai tersangka dalam bisnis penimbunan BBM dan pembalakan liar. Setelah dua hari ditahan di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (20/5) pagi LS diberangkatkan kembali ke Papua guna menjalani pemeriksaan lebih lanjut.

Anggota kepolisian yang bertugas di Polres Raja Ampat itu dilaporkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memiliki rekening gendut lantaran transaksi di rekeningnya mencapai Rp1,5 triliun.

Dia juga dipersangkakan dengan pasal 3, pasal 4 dan atau pasal 5 dan atau pasal 6 Undang-Undang Nomor 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan atau pasal 78 ayat 5 dan 7 jo pasal 50 ayat 3 huruf f dan h Undang-undang Nomor 41/1999 Tentang Kehutanan yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19/2004 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1/2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41/1999 Tentang Kehutanan.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement