REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk menyambut Hari Buruh Internasional (May Day) pada 1 Mei nanti, ratusan ribu buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berencana menggelar aksi damai. Mereka akan menyampaikan aspirasi yang berkaitan dengan nasib buruh kepada pemerintah.
"Sampai sore ini, sebanyak 600 ribu buruh dari 20 provinsi telah mengkonfirmasi untuk ikut serta dalam aksi damai nanti," kata Presiden KSPI Said Iqbal saat dihubungi Republika di Jakarta, Senin (29/4).
Menurut rencana, sebanyak 150 ribu buruh -yang berasal dari Jabodetabek- akan mendatangi Istana Negara pada Rabu (1/5) pagi. Pukul 13.30 WIB, sekitar 70 ribu orang buruh bergerak dari istana menuju gedung DPR dan enam kantor kementerian, yakni Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Negara BUMN, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Kementerian Kesehatan.
"Sementara yang 80 ribu orang lagi tetap bertahan di Istana Negara," ujar Iqbal.
KSPI akan menyuarakan aspirasi kepada pemerintah terkait beberapa isu nasional. Pertama, KSPI menolak kenaikan harga BBM. Pasalnya, kebijakan tersebut berdampak pada menurunnya daya beli buruh hingga 30 persen karena pengaruh inflasi.
Kedua, KPSI meminta agar pelaksanaan jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia dipercepat, dari yang seharusnya dimulai pada 2019, menjadi 1 Januari 2014. Ketiga, KSPI menolak upah murah dan menuntut penambahan item pada survei kebutuhan hidup layak (KHL), dari 60 item menjadi 84 item.
"Kami juga akan menyuarakan penolakan terhadap penangguhan upah minimum yang tidak memenuhi persyarakatan," kata Iqbal.
Selanjutnya, KSPI meminta pemerintah menghapuskan outsourcing secara total, termasuk untuk BUMN. Mereka juga menginginkan agar buruh honor diberi upah minimum dari APBD/APBN.Iqbal menjamin tak akan ada tindakan-tindakan anarkis dalam aksi damai nanti.