REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI -- Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatat kasus gizi buruk yang terjadi selama tahun 2012 sebanyak 327 kasus atau mengalami penurunan dibanding tahun 2011 yang berjumlah 508 kasus.
Kepala Dinas Kesehatan Sultra, Amin Yohanis, di Kendari, Rabua mengatakan, kasus gizi buruk yang ditemukan di provinsi Sultra selama empat tahun terakhir trennya mengalami penurunan secara signifikan.
"Tahun 2009 ditemukan penderita gizi buruk sebanyak 1.246 kasus, tahun 2010 ditemukan 938 kasus, tahun 2011 ditemukan 508 kasus dan tahun 2012 ditemukan 237 kasus. Kasus gizi buruk ini ditemukan di semua kabupaten dan kota di Sulawesi Tenggara," katanya.
Ia menyebutkan, kasus gizi buruk pada tahun 2009 terbanyak di Kabupaten Konawe Selatan sebanyak 452 kasus kemudian Kabupaten Konawe sebanyak 211 kasus, Kota Kendari 121 kasus, Kabupaten Buton 98, Kabupaten Kolaka 87 kasus, Kabupaten Bombana 79 kasus, Kabupaten Muna 75 kasus, Wakatobi sebanyak 51 kasus, Kolaka Utara 30 kasus, Konawe Utara 28 kasus, Kota Baubau 11 kasus, Buton Utara dua kasus.
Gizi buruk pada tahun 2010 terbanyak di Konawe 247 kasus, Kabupaten Konawe Selatan sebanyak 139 kasus, Kabupaten Konawe sebanyak 12 kasus, Wakatobi 84 kasus, Buton 81 kasus, Kolaka 56 kasus, Bombana 56 kasus, Muna 48 kasus, Konawe Utara 45 kasus, Kolaka Utara 37 kasus, Baubau 11 kasus dan Buton Utara tujuh kasus.
Tahun 2011, terbanyak ditemukan di Konawe Selatan 99 kasus, Kota Kendari 77 kasus, Buton 52 kasus, Buton Utara 48 kasus, Kolaka 46 kasus, Muna 35 kasus, Kolaka Utara 34 kasus, Bombana 34 kasus, Konawe 33 kasus, Baubau 21 kasus, Wakatobi 18 kasus dan Konawe Utara 13 kasus.
Tahun 2012 terbanyak di kabupaten Buton 94 kasus, Kota Kendari 85 kasus, Muna 31 kasus, Bombana 29 kasus, Kolaka 22 kasus, Konawe 17 kasus, Konawe Utara 17 kasus, Konawe Selatan 16 kasus, Baubau tujuh kasus, Wakatobi enam kasus, Buton Utara dua kasus, dan Konawe Utara satu kasus.
Faktor utama terjadinya gizi buruk di Sultra disebabkan oleh permasalahan ekonomi atau kemiskinan, hal tersebut sangat berkorelasi mengingat makin tinggi angka kemiskinan yang tercermin dari rendahnya tingkat pendapatan, makin tinggi pula potensi terjadinya balita gizi buruk.
"Penyebab lain terjadinya balita gizi buruk adalah pola asuh anak yang salah serta akibat penyakit terutama infeksi," katanya.
Ia mengatakan, pemerintah provinsi Sultra selama ini memberikan perhatian serius terhadap penanganan kasus gizi buruk dengan menjadikan posyandu sebagai ujung tombak dalam melakukan pelayanan.
"Melalui posyandu, kita bisa memberikan pelayanan terhadap ibu hamil agar intens memeriksakan kehamilan, memberikan makanan tambahan ibu hamil, pemberian unsur zat besi pada ibu hamil, hingga pada paska kelahiran anaknya dengan cara memberikan pengetahuan tentang pemberian asupan gizi yang cukup kepada anak," katanya.