REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mahkamah Agung (MA) menindaklanjuti serius usul Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait upaya perampasan aset hasil kejahatan.
Untuk itu, MA bersikap tegas dengan mengeluarkan Peraturan MA (Perma) untuk mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Kepala Biro Hukum dan Humas Ridwan Mansyur mengatakan, institusinya telah menyusun Perma 1/2013 tentang tata cara penyelesaian permohonan perampasan harta kekayaan dan tindak pidana pencucian uang (TTPU).
“Kasus money laundering atau tindak pidana lainnya, sebagai bentuk rangkaian dari Undang-Undang PPTPPU diatur mekanisme perampasannya di dalam Perma,” kata Ridwan di gedung MA, Kamis (7/2).
Dengan berlakunya Perma itu, kata dia, PPATK akan mengumumkan rekening tidak bertuan itu untuk dicari pemiliknya.
Namun ketika dalam batas waktu yang ditentukan tidak ada yang mengakui, Radwan menambahkan, maka aset yang ada dalam rekening tersebut dinyatakan sebagai harta rampasan negara lewat sidang di pengadilan negeri.
“Bila nanti ada yang merasa keberatan atas adanya rekening tersebut, maka akan dilakukan sidang dengan majelis tunggal (sidang cepat) untuk pembuktian apakah dia pemiliknya,” katanya.
Meski begitu, hakim juga akan menelusuri apakah pengakuan pemilik rekening itu memiliki niat baik atau tidak sebagai pertimbangan keputusan.
Ridwan melanjutkan, Perma itu sebenarnya sudah bisa berlaku dan memiliki kekuatan mengikat di seluruh jajaran MA dan pengadilan di bawahnya.
Hanya saja, pihaknya tetap menyerahkan Perma itu ke Kementerian Hukum dan HAM agar tercatat sebagai berita negara. “Kami juga tembuskan ke PPATK,” tandasnya.