Senin 07 Jan 2013 18:04 WIB

KPK Tahan Tersangka Korupsi Vaksin Flu Burung

Rumah Tahanan KPK
Foto: Republika/Edwin
Rumah Tahanan KPK

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi menahan mantan Direktur Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Ratna Dewi Umar sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan penanganan virus flu burung pada 2007.

"Setelah melakukan pemeriksaan, KPK melakukan penahanan atas nama tersangka RDU (Ratna Dewi Umar), yang bersangkautan adalah mantan Direktur Bina Pelayanan Medik Direktorat Bina Pelayanan Medik Depkes terkait pengadaan vaksin flu burung pada 2007," kata juru bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Senin.

Ratna disangkakan pasal 2 ayat (1) atau 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.

"Sejak hari ini dilakukan penahanan di rutan Jakarta Timur cabang KPK selama 20 hari, dalam kasus ini diduga negara mengalami kerugian sekitar Rp12 miliar," jelas Johan.

Seusai melakukan pemeriksaan sekitar pukul 16.00 WIB, Ratna mengatakan bahwa ia siap ditahan. "Saya siap ditahan sekarang supaya cepat selesai karena telah berlangsung 3 tahun 5 bulan saya sudah menjalani ini," kata Ratna.

Ia juga merasa dikorbankan dalam perkara tersebut. "Saya merasa dikorbankan, bisa ditebak sendiri oleh siapa, oleh atasan saya," tambah Ratna.

Atasan Ratna saat pengadaan alat kesehatan flu burung tersebut berlangsung adalah Kepala Pusat Litbang Biomedis Farmasi yang dijabat oleh almarhumah Endang Rahayu Sedyaningsih (mantan menteri kesehatan).

Endang Rahayu adalah koordinator penelitian flu burung 2006 dan menjabat sebagai Direktur Litbang Biomedik dan Farmasi pada 2007.

Terkait alasan penahanan Ratna oleh KPK yang memakan waktu lebih dari setahun sejak perkara tersebut mulai diselidiki KPK sejak 2010, Johan menjelaskan karena Ratna pernah mengalami sakit.

"Dia (Ratna) mengalami sakit sehingga prosesnya agak molor, tapi tidak lebih dari dua tahun, hanya lebih dari setahun, kemungkinan dalam waktu dekat akan segera ke penuntutan (P21)," tambah Johan.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement