REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan secara resmi menyampaikan surat usulan untuk pembatasan transaksi tunai kepada Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.
Wakil Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan, Agus Santoso, menjelaskan rekomendasi ini masih dalam proses pengkajian. "Di Kemenkeu dikaji oleh BKF (Badan Kebijakan Fiskal), dan di BI di Deputi Sistem Pembayaran,"jelas Agus, kepada Republika, Senin (17/12).
Latar belakang usulan ini, tuturnya, yakni kecenderungan modus tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal korupsi sangat marak dilakukan dengan tunai. Oleh karena itu, ujarnya, pengaturan pembatasan transaksi tunai hingga Rp 100juta sangat mendesak.
Sebaiknya, ujar Agus, transaksi di atas Rp 100 juta diselesaikan melalui transfer antar rekening. "Hal ini sejalan dengan program BI utk menjalankan program financial inclusion dan less cash society,"jelasnya.
Menurutnya, pembatasan transaksi tunai ini bukanlah aturan yang membatasi hak-hak rakyat. Akan tetapi mengarahkan masyarakat agar bertransaksi menggunakan rekening bank, alias membangun bank mindedness society.
Oleh karena itu, ujar Agus, ketentuan pembatasan transaksi tunai tidak perlu dengan Undang-Undang. Akan tetapi cukup diatur dalam Peraturan BI (PBI) yang mengatur bank-bank agar tidak melayani setoran atau penarikan tunai di atas Rp100 juta.