Kamis 13 Dec 2012 21:30 WIB

Enam Bahasa Daerah di Indonesia Timur Terancam Punah

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Chairul Akhmad
Sejumlah bocah bermain di tepi pantai di Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur (ilustrasi).
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Sejumlah bocah bermain di tepi pantai di Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Enam bahasa daerah di Indonesia terancam punah. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) merasa perlu melakukan langkah penyelamatan terhadap bahasa lokal ini.

Penelitian difokuskan pada kawasan Indonesia bagian timur.

Koordinator Penelitian dari Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) LIPI, Abdul Rachman Patji, mengatakan bahasa di Indonesia timur mendapat perhatian khusus karena merupakan bagian dari kelompok rumpun bahasa non-Austronesia atau dikenal juga sebagai non-Melayu.

“Jumlah penuturnya sedikit dan makin berkurang,” kata Abdul. Indonesia secara umum terbagi dalam dua kelompok rumpun bahasa besar, yaitu Austronesia dan non-Austronesia.

Rumpun Austronesia diidentifikasikan sebagai bagian dari rumpun bahasa Trans New Guines. Dari kedua rumpun bahasa ini, muncullah beragam bahasa etnik minoritas di negeri ini.

Bahasa Indonesia mempunyai fungsi sebagai pemersatu bangsa. Namun, hegemoni para pemimpin bangsa untuk menggunakan bahasa Indonesia sejak zaman kemerdekaan di sisi lain menimbulkan dampak yang cukup mengkhawatirkan, yaitu berkurangnya penggunaan bahasa daerah.

Penelitian di enam lokasi ini bertujuan mempertahankan bahasa minoritas dan menjaganya tetap dituturkan. "Jika jumlah penutur kurang dari 25 ribu, maka bahasa itu akan punah," ujar Kepala Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) LIPI, Endang Turmudi, dalam sebuah diskusi bertema Kebahasaan dan Kebudayaan Etnik Minoritas: Strategi Pemertahanan dan Dokumentasi, Rabu (12/12).

Di Indonesia terdapat 726 bahasa. Sebanyak 719 di antaranya masih hidup. Bahasa tersebut tidak semua berada dalam kondisi sehat karena hanya dituturkan sekitar 1.000-5.000 penutur.

Endang mengatakan, penelitian LIPI dimulai pada 2012 hingga 2014. Menurutnya, perlu upaya komprehensif dalam mempertahankan bahasa etnik minoritas yang terancam punah, mengingat Indonesia merupakan laboratorium bahasa terbesar di dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement