Rabu 05 Dec 2012 18:24 WIB

Tarik Penyidik Timbulkan Citra Negatif Bagi Polri

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Hazliansyah
Penyidik KPK tengah bertugas. (Ilustrasi)
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Penyidik KPK tengah bertugas. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dari segi kewenangan hukum tata negara, langkah yang dilakukan Mabes Polri menarik anggotanya sebagai penyidik KPK sudah benar.

Namun, langkah Polri tersebut akan memunculkan pandangan negatif di mata publik karena dilakukan pada saat waktu yang bersamaan dengan ditahannya tersangka korupsi simulator SIM Irjen Pol Djoko Susilo.

"Dari segi kewenangan Polri sudah benar. Itu kewenangan mereka sebagai lembaga negara. Apalagi jika penyidik yang ditarik masa kontrak tugasnya sudah habis. Tapi, langkah itu akan dinilai publik tak cermat karena menganggap Polri melakukan upaya balasan atas penahanan Djoko Susilo," kata Peneliti Pusat Studi Konsitusi (PuSAKO) Universitas Andalas Feri Amsari saat dihubungi Republika, Rabu (5/12).

Markas Besar (Mabes) Polri menyampaikan tidak akan melakukan perpanjangan masa bakti 13 anggotanya yang bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 

Polri menyampaikan, sesuai dengan surat penugasan yang berakhir pada 30 November lalu, secepatnya pada bulan Desember ini para penyidik akan seger ditarik dari KPK.

 

Ke-13 penyidik ini sendiri adalah Imam Turmudi, Robhertus Yohanes, Eddy Wahyu, Yohanes Ricard, Usman  Purwanto, Asep Guntur, Bagus Suropraptomo, Taufik Herdiansyah Zeinardi, Afief Yulian, Salim Riyad, Budi Santoso, Budi Nugroho, dan Novel Baswedan.

 

Nama terakhir sempat santer dibicarakan publik, karena ia menjadi garda terdepan dalam membongkar kasus simulator SIM Polri yang menyeret nama Irjen Djoko Susilo. Dan kebijakan Polri menarik dirinya dari KPK pada Oktober lalu sempat mengundang polemik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement