REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Rencana DPR membuat Rancangan Undang-Undang (RUU) Perdagangan dan RUU Perindustrian secara terpisah dianggap kurang efektif. Ekonom Hendri Saparini mengatakan kedua RUU itu semestinya dibahas bersama, menjadi satu draf yang terintegrasi.
Pasalnya, menurut dia bidang industri dan perdagangan saling mendukung. Kedua hal itu, kata dia tidak bisa dipisahkan. Pemisahan pembahasan kedua RUU, menurut dia menunjukkan ego sektoral. "Semangat RUU perdagangan ini mengatur perdagangan. Nah perdagangan ini kan produknya perindustrian," ujar Hendri, Selasa (20/11).
Ia mengatakan RUU perdagangan harus mendukung sektor industri. Misalnya, industri nasional memerlukan energi.
RUU perdagangan harus bisa memfasilitasi agar energi milik Indonesia tidak diekspor dengan harga murah kepada negara lain.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan Pemasanan Produk Perikanan Indonesia, Thomas Dharmawan mengatakan RUU perdagangan berperan penting dalam memberikan kepastian dalam berusaha. Menurutnya, pembahasan RUU ini di DPR akan sangat alot.
Pengusaha sebagai pihak yang hak-hak dan kewajibannya akan dilindungi juga memiliki banyak kepentingan. Belum lagi ditambah dengan respon dari negara mitra yang berhubungan dengan Indonesia.
"Kita mau tidak mau harus perhatikan negara lain. Penduduk dunia sudah 7 miliar. Kita tidak ingin juga terkungkung dengan penduduk 240 juga," kata Thomas.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima mengatakan draf RUU perdagangan saat ini sudah dibagikan kepada fraksi-fraksi di DPR. RUU ini akan dibahas lebih lanjut. Ditargetkan pada akhir 2013 RUU ini sudah disahkan sebelum pemerintahan baru dan sebelum menjelang Asean Economic Community.