REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Penanganan konflik antarwarga yang terjadi di Lampung Selatan membutuhkan strategi pemulihan sosial jangka panjang, karena terkait dengan berbedaan budaya, kata Kepala Biro Humas Kementerian Sosial Benny Setia Nugraha.
"Ini akan panjang. Butuh strategi pemulihan sosial jangka panjang, tidak bisa serta merta diselesaikan, tapi harus ada pendekatan budaya," ucap Benny di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, pemulihan jangka panjang diperlukan karena korban mengalami trauma hingga tiga kali lipat disebabkan rumah mereka dibakar, anggota keluarga hilang dan tidak ada jaminan keamanan jika mereka kembali ke desanya.
Kementerian Sosial mendata Lampung sebagai salah satu titik daerah rawan konflik, yaitu di Lampung Timur dan Kalianda masuk pada titik yang sangat potensial terjadinya konflik sosial hingga menyebar ke daerah Lahat.
Terdata sekitar 144 titik daerah rawan konflik yang didata Kementerian Sosial di Indonesia, termasuk salah satunya yang berpotensial sangat tinggi terjadi konflik adalah ibu kota negara, Jakarta.
Benny mengatakan, dari pengalaman sebelumnya dalam menangani konflik sosial, sebenarnya ada tiga hal yang menyebabkan konflik itu terjadi yaitu lunturnya rasa saling percaya, komunikasi antarwarga terputus dan ujungnya komunitas warga terpecah.
"Ujung dari konflik yang terjadi disejumlah daerah itu disebabkan perubahan struktur masyarakat tidak dibarengi dengan perubahan manajemen pemerintahan, masyarakat berubah tapi manajemen pemerintah tidak mengimbangi perubahan ini. Itulah yang menyebabkan orang memanfaatkan dua sisi yang menjadi harapan semua pihak yaitu keadilan dan kesetaraan," ujarnya, menegaskan.
Agar konflik tidak terus terjadi, manajemen yang paling bagus yang berlaku secara kenegaraan harus dipertahankan yaitu ideologi Pancasila dan UUD 1945 yang dijadikan sebagai satu nilai dasar yang dibawahnya terdapat nilai-nilai yang melekat pada masyarakat setempat, juga harus dijaga.
Lampung yang awalnya sebagai wilayah kosong, di mana mulai muncul transmigrasi pada tahun 70-an dan berkembang hingga 80-an sehingga terjadi pengkotakan antarwarga. Lampung menjadi daerah "cawan peleburan" di mana semua suku ada di daerah itu dan daerah lintasan yang diperebutkan.
"Ini mungkin yang tidak siap diatasi oleh manajemen pemerintahan setempat," tambah Benny.
Menurut dia, manajemen pemerintahan sekarang berorientasi pada unsur-unsur yang bersifat mengoptimalisasi sumberdaya alam.
"Paradigma selama ini terbalik pembangunan ekonomi akan menguatkan pada pembangunan sosial, sementara di tempat lain pembangunan sosial akan menguatkan pembangunan ekonomi. Kalau ekonomi dikuatkan berarti segmen-segmen sosialnya hilang, komunikasi relasi hilang ini yang menyebabkan terjadi hal-hal seperti itu nilai-nilai moralnya tidak dibangun," papar Benny.