REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum penyidik Polri di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, Haris Azhar, mendapatkan adanya dua surat keputusan (SK) hukuman kepada kliennya, yaitu SK tanggal 25 Juni 2004 dan 26 November 2014. Haris Azhar menduga, SK tertanggal 26 November 2004 merupakan surat palsu sebagai upaya kriminalisasi kliennya.
Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Komjen Polri Sutarman berkelit hal itu merupakan kewenangan dari Polda Bengkulu dalam menindak kasus yang menjerat Novel Baswedan. Ia juga mengaku tidak mengetahui kenapa ada dua SK hukuman terhadap Novel.
"Ini kan masalahnya ada di Polda (Bengkulu). Justru saya tidak tahu darimana ada dua surat itu," kata Kabareskrim Polri, Komjen Polisi Sutarman, yang ditemui di Hotel Mercure, Jakarta, Senin (29/10).
Sutarman menambahkan pihaknya belum melakukan penyelidikan terkait kasus yang menjerat penyidik Novel Baswedan. Sedangkan penyidikan internal Polri dapat dilakukan Divisi Propam Polri jika ada kekeliruan dalam penanganan kasus.
Ia juga mengeritik penyebutan berbagai pihak yang menganggap adanya kriminalisasi terhadap Novel Baswedan. Menurutnya banyak pihak menyebutkan istilah kriminalisasi, namun konteksnya tidak benar.
Saat ditanya apakah dugaan surat palsu terhadap Novel Baswedan merupakan upaya kriminalisasi, ia menyatakan belum mengetahui persoalannya. "Kalau keliru kita awasi. Kita belum tahu persoalannya," ujar mantan Kapolda Metro Jaya ini.