Jumat 27 Jul 2012 13:53 WIB

MK Diminta Hapus Frasa 'Batal Demi Hukum'

Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi
Foto: Widodo S. Jusuf/Antara
Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang permohonan pengujian Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dimohonkan terpidana kasus perambahan hutan, Parlin Riduansyah yang minta membatalkan frasa 'batal demi hukum'.

"Pemohon mengharap MK memutuskan menyatakan bahwa norma Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP bertentangan dengan UUD 1945." kata Kuasa Hukum Pemohon, Yusril Ihza Mahendra, membacakan permohonannya dalam sidang di Jakarta, Jumat.

Pemohon juga meminta MK menyatakan frasa 'batal demi hukum' dalam Pasal 197 ayat (2) KUHAP bertentangan dengan UUD 1945.

Pasal 197 ayat (1) huruf k berbunyi: "Surat putusan pemidanaan memuat: (k) perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan".

Pasal 197 ayat (2) berbunyi: "Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j, k dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum".

Oleh sebab itu, kata Yusril, Pemohon meminta MK menafsirkan maksud dari pasal dimaksud. "Pemohon mengajukan uji materi supaya MK menafsirkan apakah putusan batal demi hukum bisa dieksekusi atau tidak. Kalau MK mengatakan batal demi hukum tidak dapat dieksekusi, maka orang-orang yang diadili oleh pengadilan yang kalau putusannya batal demi hukum tidak dapat dieksekusi," katanya.

Yusril, usai sidang, mengatakan pihaknya menguji pasal tersebut karena masalah kontroversial terkait menafsirkan apakah putusan batal demi hukum bisa dieksekusi atau tidak.

"Kalau MK mengatakan putusan batal demi hukum tidak dapat dieksekusi, tidak punya nilai hukum, tidak berkekuatan nilai hukum tetap maka orang-orang yang diadili oleh Pengadilan yang putusannya batal demi hukum tidak dapat dieksekusi dan itu banyak sekali orang yang mengalaminya," katanya.

Menurut Yusril, negara itu tidak bisa membiarkan ketidakpastian hukum. "Saya berpendapat kalau ada putusan batal demi hukum, jaksa tetap mengeksekusi orang itu ke penjara maka jaksa itu merampas kemerdekaan orang," jelasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement