Ahad 24 Jun 2012 14:43 WIB

KPK Tolak Disebut Lembaga Adhoc

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Dewi Mardiani
Bambang Widjajanto
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Bambang Widjajanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak disebut sebagai lembaga adhoc (khusus). Sebutan itu bisa mengerdilkan peran KPK untuk memberantas korupsi secara sistemik.

"Ini paradigma dilematis. Dengan beban kerja KPK yang sangat berat, kok disebut lembaga adhoc," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjajanto di Depok, Jawa Barat, Ahad (24/6).

Menurut Bambang, pihak yang menyebut KPK sebagai lembaga adhoc hanya ingin menempatkan posisi bahwa korupsi bukan merupakan kejahatan luar biasa dan masalah korupsi itu bisa selesai dalam waktu singkat. Atau, lanjut Bambang, dalam bahasa lain mereka berkeyakinan secara diam-diam bahwa masalah korupsi itu bukan masalah yang sistemik dan terstruktur.

"Padahal masalah korupsi itu kan bukan hanya penindakan. Tapi kan ada juga pencegahan di mana kita memperbaiki sistem untuk menghilangkan perilaku korup," kata Bambang.

Menurutnya, hampir di seluruh negara di dunia yang memiliki lembaga anti korupsi, tak menjadikan lembaga itu sebagai lembaga adhoc. Singkatnya, penyebutan lembaga adhoc itu bisa menghambat tugas KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia.

Sebelumnya diberitakan, Komisi III DPR tidak menyetujui anggaran Rp 160 miliar untuk pembangunan gedung baru KPK. Yang mengganjal bagi Komisi III, kalau KPK sewaktu-waktu dibubarkan, maka gedung tersebut akan menjadi gedung tak berpenghuni.

"Kami di komisi III bukan tidak setuju, tapi KPK adalah lembaga adhoc sehingga apakah mampu menanggung beban permanen atau adhoc dengan pengeluaran yang cukup besar itu," ujar anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo di Jakarta, Sabtu (23/6).

Komisi III mengarahkan supaya KPK menggunakan gedung-gedung pemerintah yang saat ini banyak tidak terpakai. Dengan begitu, penghematan pun bisa dilakukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement