Kamis 21 Jun 2012 09:10 WIB

'Soal Tor-tor, Pemerintah Jangan Terkecoh Klarifikasi Malaysia'

Tor tor dancers perform the traditional dance in Meda, North Sumatra, on Monday.
Foto: Antara/Irsan Mulyadi
Tor tor dancers perform the traditional dance in Meda, North Sumatra, on Monday.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana meminta pemerintah dan masyarakat Indonesia jangan terkecoh dengan penjelasan Konsul Jenderal (Konjen) Malaysia Norlin Binti Othman mengenai Tari Tor Tor dan Paluan Gondang Sambilan yang akan diklaim oleh Malaysia.

"Pemerintah dan masyarakat Indonesia jangan terkecoh oleh pernyataan Konjen Malaysia di Medan, Norlin Binti Othman, yang menyatakan kontroversi atas klaim tarian Tor Tor dan Paluan Gondang Sambilan oleh Malaysia hanya karena kesalah-pahaman," kata Guru Besar Hukum Internasional UI itu melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (21/6).

Norlin mengatakan, istilah "diperakui" atau "memperakui" di Malaysia dimaksudkan sebagai "diangkat" atau "disahkan" atau "disetujui," bukan "diklaim" seperti yang diartikan di Indonesia.

"Tidak jelas Konjen Malaysia merujuk pada pasal atau seksyen mana dalam UU Warisan Nasional Malaysia yang merujuk pada kata "diperakui" atau "memperakui"," kata Hikmahanto.

Dalam UU Warisan Nasional Malaysia yang versi Inggrisnya, menurut ia, tidak ada kata "diperakui" atau "mengakui". 

Kata bahasa Inggris yang ada dalam Pasal 67 adalah "declare" atau "menyatakan" sebuah warisan budaya sebagai warisan nasional (Malaysia), ujarnya.

Menurut dia, penjelasan Konjen di Medan semakin mengada-ada dan sekedar mengecoh karena ia tidak merujuk pasal lain dari UU Warisan Nasional yang dapat melukai rasa kebangsaan publik Indonesia, khususnya Pasal 69 dan Pasal 70.

Pada pasal 69, kata dia, secara nyata diberi judul Ownership atau Kepemilikan. Bahkan Pasal 70 diberi judul Change of Ownership of National Heritage atau Perubahan Kepemilikan dari Warisan Nasional.

Menurut Pasal 70 perubahan kepemilikan bisa terjadi karena dua cara, yakni melalui warisan dan jual beli. Oleh karena itu, "kepemilikan" atau Ownership inilah yang menurut versi Indonesia masuk dalam katagori "klaim" Malaysia.

Apalagi, lanjut Hikmahanto, dalam Pasal 70 ayat 2 disebutkan bahwa bila Warisan Nasional akan dijual maka Komisi Warisan Nasional harus mendapat prioritas untuk ditawari terlebih dahulu.

Dalam kaitan ini, publik Indonesia perlu mendukung upaya Wamendikbud Wiendu Nuryanti untuk mendapatkan klarifikasi dari pemerintah Malaysia terkait UU Warisan Nasional Malaysia dan mekanisme pendaftaran suatu budaya.

"Pernyataan Wamendikbud sudah tepat, yang menyatakan tidak dapat mentolerir apapun kedok yang digunakan oleh Malaysia dalam pendaftaran (register) Tor Tor dan Paluan Gondang Sambilan, bahkan budaya lain asal Indonesia," tuturnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement