Rabu 06 Jun 2012 20:33 WIB

'Dewan Kehormatan Pemilu Jadi Tonggak Moral Bangsa dan Demokrasi'

Rep: Mansyur Faqih/ Red: Djibril Muhammad
Jimly Assiddiqie
Foto: Antara
Jimly Assiddiqie

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar hukum tata negara, Jimly Asshiddiqie mengatakan pembentukan Dewan Kehormaran Penyelenggaran Pemilu (DKPP) harus dijadikan sebagai instrumen untuk membangun ahlak bangsa dan demokrasi. Pasalnya, ini merupakan lembaga baru.

Indonesia pun negara pertama yang membuat lembaga khusus pengawas penyelenggara pemilu. "Jadi ini untuk menegaskan bahwa kita konsern pada etika politik dan demokrasi. Makanya, kita harus bisa kita buat jadi penting," katanya ketika dihubungi, Rabu (6/6).

Pasalnya, apa yang dikerjakan DKPP menyangkut kepentingan seluruh bangsa yang saat ini dalam kondisi moral yang amburadul. Sehingga, lanjut dia, penting untuk mengangkat kembali isu etika dan akhlak moral. Khususnya dalam penyelenggaran pemilu yang merupakan isu besar di dalam negara demokrasi.

DKPP juga dipandangnya memiliki kekuasaan yang besar. Termasuk memecat ketua KPU dan Bawaslu jika memang melakukan pelanggaran hukum atau kode etik yang ditetapkan. Untuk awal, ujar Jimly, DKPP akan mencoba untuk membangun mekanisme kerja yang sesuai dengan undang-undang.

Termasuk menyusun kode etik sebagai panduan bagi KPU dan Bawaslu dalam menjalankan fungsinya. Sebelum kode etik itu terbentuk, DKPP akan menggunakan kode etik yang digunakan Dewan Kehormatan (DK) KPU periode sebelumnya.

Dalam pembuatan kode etik, ucap dia, dipastikan akan melibatkan masyarakat dan elemen perguruan tinggi. "Kode etik yang di KPU bisa dipakai sementara. Bisa juga jadi draf awal untuk kode etik selanjutnya," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement