REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Direktur Eksekutif Yayasan Komunitas Siaga Tsunami (Kogami) Indonesia, Patra Rina Dewi menyatakan, surat edaran dikeluarkan Gubernur Sumatera Barat tentang "Siaga Darurat Gempa bumi dan Tsunami", telah meresahkan warga setempat.
Sejak surat edaran itu dikeluarkan terjadi sedikit "kehebohan" di tengah masyarakat Sumatera Barat (Sumbar), terutama yang bermukim di wilayah zona merah (rawan tsunami), kata Patra kepada ANTARA di Padang, Selasa.
Surat edaran Gubernur Sumbar Irwan Prayitno tertanggal 27 April 2012 meminta tujuh kabupaten dan kota di pesisir pantai memberlakukan status siaga darurat gempa bumi dan tsunami hingga 30 Juni 2012.
Menurut Patra, sebagian masyarakat Sumbar resah karena pada poin (2) surat tersebut tertulis, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota perlu mempertimbangkan pemberlakuan Status Siaga Darurat Gempa Bumi dan Tsunami khususnya wilayah sepanjang pesisir pantai di seluruh wilayah Sumatera Barat hingga akhir Juni 2012.
Ia menilai, surat edaran tersebut bisa menimbulkan pemahaman, seakan-akan gempa dan tsunami memang akan terjadi dan waktunya diperkirakan antara sekarang sampai akhir Juni 2012.
"Setidaknya, begitulah pemahaman orang awam mengenai isi surat tersebut, yang tentu saja berbeda dengan pemahaman para pejabat terkait yang telah mendapatkan informasi atau pengarahan dari Gubernur sebelumnya," tambahnya.
Menurut dia, surat edaran ini seharusnya tidak perlu menimbulkan kecemasan masyarakat, jika surat yang ditujukan kepada wali kota/bupati ini tidak dibocorkan kepada publik melalui media.
Bahasa komunikasi di internal pemerintahan pastinya jauh berbeda dengan bahasa komunikasi yang dipahami masyarakat, tambahnya.
Patra mengatakan, sejak surat itu tersebar luas kepada masyarakat, KOGAMI Indonesia menerima banyak telepon untuk mengklarifikasi kebenaran isi surat tersebut.
Rata-rata pertanyaan masyarakat adalah, "Iyo ka tajadi gampo jo tsunami sabalun 30 Juni, bu?" (Apakah benar akan terjadi gempa dan tsunami sebelum tanggal 30 Juni, bu?), tambahnya.