REPUBLIKA.CO.ID,PAMEKSAN--Ulama yang tergabung dalam organisasi Badan Silaturrahim Ulama Pesantren Madura (Bassra) berencana mengirim surat kepada Presiden dan Pimpinan DPR RI, terkait lima rekomendasi Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
"Isi surat yang akan kami kirim ini intinya, menolak lima rekomendasi Komnas HAM," kata koordinator pusat Bassra, KH Moh Rofi'i Baidlowi di Pamekasan, Sabtu sore.
Pengasuh pondok pesantren Banyuanyar Timur, Pamekasan itu menyatakan, para ulama perlu mengirim surat secara langsung ke Presiden dan Pimpinan DPR RI, karena rekomendasi yang disampaikan Komnas HAM dinilai akan merugikan umat Islam, jika nantinya benar-benar dilaksanakan.
Hal mendasar yang menjadi sorotan pada ulama adalah rekomendasi pernikahan Komnas HAM agar menghapus undang-undang yang mengatur pelarangan nikah beda agama dan guru agama dari pemeluk agama yang sama di lembaga pendidikan. "Jika rekomendasi ini diberlakukan, bisa merusak moral dan akidah umat Islam yang ada di Indonesia ini," ucap Rofi'i.
Oleh karena itu, sambung dia, para ulama se-Madura sepakat menolak lima rekomendasi Komnas HAM tersebut, dan meminta Presiden dan pimpinan DPR RI tidak melaksanakan rekomendasi yang menurutnya merugikan umat Islam dan bisa mengancam kerukunan umat beragama.
Lima rekomendasi yang disampaikan Komnas HAM belum lama ini menyebutkan, pertama, menghapus larangan beda agama, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Bassra menilai, rekomendasi ini akan merusak norma-norma agama, khususnya umat Islam, karena pernikahan beda agama jelas dilarang dalam Islam.
Kedua, komisi ini merekomendasikan agar agar pencantuman agama dalam berbagai atribut kependudukan termasuk dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 hendaknya dihapus.
Rekomendasi ketiga, menyoal tentang Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tentang Perlindungan Agama dari Penodaan karena dianggap membatasi kebebasan beragama warga negara dengan mencap sesat orang yang berbeda keyakinan dengan kelompok mayoritas.
Para ulama Madura berpendapat, jika undang-undang ini dihapus, maka nantinya kemurnian agama bisa ternodai dengan alasan karena adanya kebebasan dalam menjalankan agama yang keyakinannya masing-masing.
Rekomendasi keempat Komnas HAM yang juga ditolak para ulama di Madura ini adalah tentang Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 Tahun 2006 (yang populer disebut SKB 2 Menteri).
Menurut rekomendasi tersebut SKB 2 Menteri itu menghambat kebebasan mendirikan rumah ibadah di kalangan kelompok minoritas, seperti yang terjadi pada kasus gereja GKI Yasmin Bogor.
Sementara, rekomendasi kelima, Komnas HAM menginginkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan yang mengharuskan peserta didik mendapatkan pelajaran agama dan guru agama yang beragama sama hendaknya dihapus.
"Ini kan Komnas HAM terkesan tidak peduli dengan pendidikan agama yang perlu ditanamkan kepada anak didik kita," kata ulama lain dari kabupaten Sampang, KH Achmad Dhofir Syah.