REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Rencana kenaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mengundang keprihatinan beberapa tokoh Islam. Salah satunya adalah Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, KH Sholahuddin Wahid.
"Kasihan buruh yang baru naik UMR. Harga kebutuhan pokok naik cukup tinggi. Ini memicu polemik di tengah masyarakat," kata Sholahuddin, Jumat (30/3).
Gus Solah, begitu ia biasa disapa, meminta kepada DPR untuk mengkaji terlebih dahulu pendapat dan keinginan masyarakat yang sebenarnya. Lantaran kerugian akibat kenaikan BBM ini bakal mengubah pengaturan keuangan rakyat. Terutama kaum buruh pekerja dan sektor informal dengan pendapatan yang fluktuatif.
Menurut salah seorang sesepuh Nahdlatul Ulama (NU) ini, penjajakan para pemimpin ke lapangan tetap harus dilakukan sehingga kebijakan tidak kontraproduktif saat diimplementasikan. Adik kandung Presiden RI keempat, Abdurrahman Wahid itu mengkhawatirkan jika kebijakan kenaikan harga BBM ini tetap dilaksanakan, tidak akan efektif di tengah masyarakat.
“Apabila ini terjadi maka fungsi DPR sebagai wakil rakyat dan presiden akan kehilangan arti,” tegas pria 69 tahun itu.