REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Komisi III DPR melakukan kunjungan kerja ke beberapa negara. Kali ini, kunjungan itu dilakukan dengan alasan mencari masukan terkait revisi Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berdasarkan informasi yang didapat Republika, ada empat negara yang menjadi kunjungan komisi yang mengurusi bidang hukum tersebut. Yaitu, Prancis, Jerman, Hong Kong, dan Korea Selatan.
Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman mengatakan, kunker ke Prancis dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III DPR, Aziz Syamsuddin. "Itu sudah berangkat Minggu (4/3) lalu. Tujuannya mencari masukan untuk undang-undang KPK. Kunjungan kerja ini penting," ujar dia di gedung DPR, Selasa (6/3).
Rombongan berikutnya, dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III, Tjatur Sapto Edy dengan tujuan Hongkong dan Korea Selatan. Hanya saja, waktu keberangkatan untuk tujuan ini belum ditentukan.
Setiap rombongan berjumlah 11 orang. Terdiri dari sembilan orang dari perwakilan fraksi, satu unsur pimpinan komisi, dan satu staf secretariat Komisi III.
Ditemui di gedung DPR, Selasa (6/3), Indra dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengaku menjadi salah satu anggota rombongan kedua kedua di bawah pimpinan Tjatur.
Ia mengatakan, memilih Hongkong karena melihat negara ini memiliki pengalaman menarik seputar pemberantasan korupsi. "Negara ini harus diapresiasi karena menjadi benchmark untuk KPK. Mereka bisa memberantas korupsi dengan cepat, punya infrastruktur kuat, dan penyidik independen. Itu yang kita ingin lihat, bagaimana hubungan dan maneuver mereka," kata dia.
Apalagi, jelasnya, Hongkong juga memiliki sejarah pertentangan lembaga antikorupsi dengan kepolisian. Ini mirip dengan yang terjadi di Indonesia. Yaitu adanya gesekan yang menurutnya merupakan hal wajar jika berbicara mengenai penegakan korupsi di sebuah negara.
"Itu poin penting KPK. Yaitu, menjadikan penegak hukum fokus KPK. Kalau tidak, bagaimana penegakan korupsi bisa berjalan. Makanya saya serius ingin ke Hongkong," papar dia.
Hal lainnya, juga terkait dengan masukan untuk keberadaan penyidik independen. Hongkong, katanya, memiliki jumlah penyidik independen yang banyak. Berbeda dengan Indonesia yang masih diisi oleh penyidik dari kepolisian dan kejaksaan.
Menurutnya, ada empat isu krusial yang akan dibahas terkait dengan pembahasan RUU KPK. Yaitu, isu penyadapan, fungsi penyidikan dan penuntutan, pembentukan dewan pengawas KPK, dan isu SP3 (surat perintah penghentian penyidikan).
"Yang saya lihat, penyadapan itu yang akan sengit. Karena filosofi KPK itu extraordinary crime. Kenapa kemudian harus ijin dulu kalau mau menyadap. Kalau begitu, bisa bocor. Makanya, upaya ijin untuk penyadapan itu lebih ke upaya untuk melemahkan KPK," tegas dia.