Rabu 18 Jan 2012 08:59 WIB

Ribuan Kasus Sengketa Tanah Tak Terselesaikan

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Dewi Mardiani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), terdapat 1.753 kasus sengketa tanah yang tidak terselesaikan. Kasus itu tersebar di 2.834 desa dan kelurahan, meliputi 11 juta hektar tanah dan 1.2 juta keluarga menjadi korban.

Menurut anggota Komisi II DPR dari PDIP, Zainun Ahmadi, hal ini bermula dari penyelesaian konflik agraria sejak tahun 1970 secara struktural disatukan dengan peradilan umum, setelah keberadaan peradilan agraria dihapuskan. Karena tidak dipersiapkan dengan baik, maka pengadilan yang ada tidak dapat memberikan rasa keadilan, terlebih apabila terkait dengan kebijakan pemerintah.

"Sejak itu, berlangsunglah rezim pembiaran terhadap ketimpangan struktur penguasaan, kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan pertanahan dan sumber daya alam yang tentu saja menjadi sumber konflik," imbuhnya, Rabu (18/1).

Tahun 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencanangkan program menata kepemilikan lahan. Caranya dengan menempatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2006. Lembaga itu bersifat non-departemen yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Dengan ini pertanahan menjadi kewenangan pemerintah pusat. Zainun menilai, Presiden sepertinya dengan sengaja menambahkan bidang pertanahan adalah urusan pusat sebagaimana halnya dengan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, hukum, moneter-fiskal dan agama.

Cakupan kewenangan BPN dengan Perpres tersebut kian luas karena tugasnya melaksanakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. "Apapun yang terkait dengan pertanahan seperti kehutanan, perkebunan, pertambangan, pesisir, dan lain sebagainya bermuara pada kebijakan BPN," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement