Jumat 13 Jan 2012 18:35 WIB

Penyelesaian Konflik Beragama, Negara Dinilai Sering Absen

Rep: Amri Amrullah/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Dalam rapat Inter Religius Council (IRC) Indonesia para pemimpin umat agama yang mewakili enam agama yang ada di Indonesia, Islam, Kristen Khatolik, Hindu, Budha dan Konghucu meminta agar pemerintah hadir dalam segala penyelesaian sengketa agama. Kehadiran pemerintah ini penting sebagai bentuk resmi kepedulian pemerintah terhadap warga negaranya.

Menurut Ketua IRC Indonesia, Din Syamsudin negara kita tuntut hadir untuk mengatasi dimensi sosial. “Kami pemimpin agama menyelesaikan dari sisi teologis, sedangkan pemerintah harus focus pada dimensi social,” jelasnya kepada Republika, Jumat (13/1). Dimensi sosial yang dimaksud adalah bagaimana kesejahteraan hidup warga negara ini semakin terjamin.

Kenyataannya sekarang, maraknya kekerasan atas nama agama terjadi pada wilayah yang jauh dari kata sejahtera. Sehingga masyarakat mudah tersulut emosi atas nama agama untuk berbuat kekerasan. “Karena itu kami meminta pemerintah hadir dalam dimensi sosial dimasyarakat,” ujarnya.

Pernyataan senada juga disampaikan Romo Beni dan Ketua PB NU Slamet Effendy Yusuf. Menurut Romo Beni, pemerintah belum secara konsisten menerapkan empat pilar kehidupan berbangsa daan bernegara. Empat pilar yang di maksud adalah, Bhineka Tunggal Ika, Pancasila, UUD 45 dan NKRI. Menurutnya, pemerintah belum memberikan contoh penerapan empat pilar tersebut kepada masyarakat.

Sedangkan bagi ketua PB NU, Slamet Effendy Yusuf pemerintah selalu mengambil posisi reaksioner, apabila ada kasus baru bertindak. Menurut dia cara ini tidak akan pernah menyelesaikan masalah sosial di Indonesia. “Pemerintah harus benar-benar mensejahterakan masyarakat, sehingga masalah horizontal seperti konflik SARA tidak mudah terpancing,” jelas Effendi yang juga menjabat sebagai Ketua MUI ini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement