REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar menyarankan agar polisi kembali ke kodratnya untuk menjadi pengayom masyarakat, bukan penindas masyarakat. Menurut Akil, tugas polisi itu menegakkan hukum, bukannya menjaga kewibawaan pemerintah saja.
Karena itu, kalau polisi hanya membela penguasa atau pemilik modal terus, maka polisi bakal kehilangan fungsi yang sebenarnya. "Dalam kasus di Bima terlihat sekali polisi membela penguasa dan pengusaha, bukan lagi pengayom rakyat," tuding Akil di gedung MK, Rabu (28/12).
Dikatakannya, tidak seharusnya kepentingan penguasa dibela terus, sebab hal itu semakin menjauhkan rasa keadilan dari masyarakat. Polisi, imbuh Akil, tidak boleh memihak pengusaha dan menganggap protes masyarakat sebagai hal yang perlu disingkirkan.
Terkait kasus penyerangan polisi terhadap warga di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat, Akil menyebut sangat terlihat sekali keberpihakan aparat kepada pengusaha. Padahal kalau pemerintah daerah ingin memajukan daerahnya tidak harus menjadikan investasi sebagai hal utama yang posisinya tidak tergantikan.
Pasalnya keberadaan perusahaan yang terus bersinggungan dengan masyarakat malah merugikan roda ekonomi daerah. "Dalam kasus ini ada yang salah dengan kebijakan investasi di sana. Investasi jangan dianggap segala-galanya untuk memajukan daerah," ujar Akil.
Akil menilai, sangat tepat keberadaan polisi direposisi. Bukan lagi di bawah langsung presiden, melainkan cukup di bawah kementerian tertentu. Hal itu agar pengawasan terhadap kinerja aparat bisa dilakukan secara ketat hingga tingkat daerah.
Sehingga polisi dalam bertindak menghadapi demonstrasi di daerah tidak lagi sewenang-wenang dalam menghadapi masyarakat.