Senin 12 Dec 2011 14:47 WIB

Tim Seleksi KPU Sebaiknya Steril dari Menteri

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Perludem mengkritik susunan tim seleksi (timsel) yang memilih anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) masa bakti 2012-2017. Peneliti Perludem, Veri Junaidi, menilai masuknya dua unsur menteri dalam timsel, yakni Mendagri Gamawan Fauzi dan Menkumham Amir Syamsuddin bukan sebagai pilihan terbaik.

Apalagi masuknya Amir Syamsuddin, sebagai wakil timsel dinilainya sebagai kesalahan fatal. Sebab, sebagaimana diketahui Amir Syamsuddin saat ini menjabat sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat. “Ini saya lihat tidak baik. Masuknya unsur parpol dalam timsel membuat kerja timsel bisa tidak independen,” kata Veri di Jakarta, Senin (12/12).

Perludem memahami keberadaan dua menteri dalam timsel itu untuk memudahkan proses administrasi yang melibatkan dua lembaga. Namun, lebih baik kedua menteri tersebut mundur dan tak usah terlibat dalam timsel dan urusan itu hendaknya diserahkan kepada anggota timsel yang berasal dari akademisi.

Lagi pula, kata Veri, untuk menyiasati kendala birokrasi masih ada sekretaris timsel yang dijabat Dirjen Kesbangpol Kemendagri Tanribali Lamo. Sehingga alasan memudahkan kedua lembaga untuk berhubungan dengan memasukkan dua menteri gugur dengan sendiri. “Kita harus adil, sebab keduanya merupakan lingkaran pemerintah. Kami mendorong mereka mundur,” ujar Veri.

Presiden SBY pada pekan lalu, dalam Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 2011, menetapkan 11 nama timsel untuk memilih anggota KPU dan Bawaslu. Mereka yang terpilih adalah Mendagri Gamawan Fauzi, Menkumham Amir Syamsuddin, Dirjen Kesbangpol Kemendagri Tanribali Lamo, Direktur Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra, pakar hukum tata negara Saldi Isra, dan Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan.

Kemudian, guru besar Fisipol Universitas Gadjah Mada Pratikno, mantan anggota KPU dan Bawaslu Ramlan Surbakti, mantan anggota KPU Valina Singka Subekti, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Zuhro, dan sosiolog Universitas Indonesia Imam Prasodjo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement