Selasa 06 Dec 2011 19:30 WIB

KPK: RUU Perampasan Aset tidak Berlaku Surut

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Djibril Muhammad
Haryono Umar
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Haryono Umar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpendapat, jika Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Koruptor telah disahkan menjadi undang-undang, maka tidak bisa berlaku surut.

"Ya kalau undang-undang itu kan tidak berlaku surut," kata Wakil Ketua KPK Haryono Umar saat dihubungi Republika, Selasa (6/12).

Haryono menjelaskan, ia mengerti keinginan dari masyarakat yang menginginkan jika undang-undang itu bisa digunakan untuk menyita harta hasil korupsi para koruptor di masa lalu. Namun, hal tersebut bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku.

"Bisa saja disita, tapi harus benar-benar berdasarkan keputusan pengadilan. Tetapi yang jadi masalah kan, keinginan itu tidak bisa semudah membalik telapak tangan. Artinya, harus ada bukti-bukti yang sangat kuat terkait kasus korupsi yang terjadi puluhan tahun lalu," tuturnya.

Sebelumnya, pakar hukum pidana Muladi mendukung Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset berlaku surut. Dengan begitu, ketika UU itu berlaku bisa digunakan sebagai payung hukum untuk menyita harta koruptor yang didapat dari hasil korupsi ketika menjabat.

"Kalau hartanya hasil korupsi bisa dibuktikan, bisa berlaku surut," kata Muladi di Jakarta, Senin (5/12).

Seperti diketahui, Pemerintah memastikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana Korupsi masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2012. Jika sudah disahkan, undang-undang itu akan berperan untuk mengelola harta sitaan dari hasil korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement