REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indikator ekonomi makro dalam dua tahun pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono memang bagus. Meski demikian, pengangguran dan kemiskinan masih belum teratasi oleh kebijakan ekonomi pemerintah.
"Tingkat pengangguran masih tergolong tinggi di ASEAN. Gabungan pengangguran terbuka dan terselubung sangat besar jumlahnya, dan tidak berhasil diturunkan secara signifikan," kata ekonom Didik J Rachbini, Kamis (20/10).
Secara makro, kata dia, indikator-indikator makro relatif baik karena momentum ekonomi kawasan juga cukup baik, di ASEAN, Cina dan sebagainya. Indikator tersebut adalah pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan ekspor. Hal itu didorong dunia usaha dan kelas menengah.
Masalah pengangguran terselubung, kata Didik, berasosiasi dengan eksistensi sektor informal, yang sekarang jumlahnya semakin besar. Kebijakan ekonomi, fiskal, dan industri tidak bisa mengatasi masalah ini karena tidak ada strategi induk yang dijalankan.
"Karena itu, kesenjangan tetap sangat lebar, yang mengindikasikan bahwa peranan negara tidak nyata dalam ekonomi sekarang, yang sebenarnya ada momentum, yaitu pasar bagus," tegas Didik.
Menurut Didik, kasus kemiskinan yang diklaim pemerintah menurun sebenarnya indikator tidak signifikan. Karena masalah sebenarnya adalah gabungan golongan miskin dan hampir miskin," kata dia.
Jumlah tersebut tidak hanya 31 juta tapi 18 juta rumah tangga atau sekitar 76 juta orang masuk kategori ini. Jadi, kata Didik, pemerintah sebenarnya tidak berperan secara memadai karena masalah internalnya sendiri sangat kritis. Bahkan, pemerintah dan birokrasi menjadi penghambat dalam menyelesaikan masalah-masalah ekonomi yang ada.