REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Presiden Republik Indonesia Megawati Sukarnoputri mengritik sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang terlalu lembek dalam menangani masalah perbatasan dengan Malasyia.
Namun, Staf Khusus Presiden Bidang Informasi dan Komunikasi Heru Lelono mengritik balik pernyataan Mega tersebut. Menurut Heru seharusnya Megawati paham SBY sebelumnya juga pernah menjabat Menko Polhukam ketika Mega menjadi presiden.
"Kalau tentang sikap SBY, mestinya bu Mega sudah faham benar. Karena saat bu Mega sempat jadi Presiden, Menkopolkamnya SBY. Dimana Menkopolkam-lah saat itu yang banyak sekali menangani langsung persoalan seperti ini," jelas Heru dalam pesan singkatnya kepada Republika, Rabu (12/10).
Heru menampik jika pemerintah tidak bekerja dalam menangani persoalan pertahanan dan keamanan. Buktinya, kata dia, kondisi di dalam negeri relatif terjaga. Kalaupun ada berbagai persoalan, lanjut dia, itu merupakan dinamika bernegara. Pemimpin memang harus selalu siap mengelola dinamika tersebut. Tentang cara mengelolanya memang sangat tergantung pemerintah dan pemimpinnya. "Itulah makna demokrasi," ujar Heru.
Sementara jika Megawati ingin memberikan kontribusi bagi pembangunan negeri ini, termasuk misalnya persoalan perbatasan, SBY pasti terbuka menerima masukan. "Indonesia ini milik seluruh rakyat, bukan hanya milik saya, SBY ataupun Mega. Jadi mari kita bersatu, saling membantu, bukan berseteru," tegasnya.
Megawati dalam pidatonya di Megawati Institut, Jakarta, Rabu (12/10), mengatakan kasus hilangnya 1.495 hektare tanah dan 80 ribu wilayah laut akibat pencaplokan adalah bukti tiadanya perhatian pemerintah terhadap daerah perbatasan. "Mbok ya punya harga diri. Pemerintah bilang enggak ada nyaplok. SBY pasti tidak berani berbicara ke Malaysia," kata Mega.