Rabu 13 Jul 2011 19:55 WIB

KPK Temukan Kejanggalan Baru Kasus Century, Namun Belum Bisa Beraksi

Red: cr01
Kapolri Jenderal Pol. Timur Pradopo (kanan) bersama Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin (tengah) dan Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto (kiri) ketika bertemu dengan Tim Pengawas kasus Bank Century di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Foto: Antara/Andika Wahyu
Kapolri Jenderal Pol. Timur Pradopo (kanan) bersama Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin (tengah) dan Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto (kiri) ketika bertemu dengan Tim Pengawas kasus Bank Century di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan kejanggalan dalam penggelontoran dana talangan Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun dari Bank Indonesia melalui Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Timwas Century, Priyo Budi Santoso, sesuai rapat timwas di Kejaksaan Agung, yang dihadiri oleh Jaksa Agung Basrief Arief, Kabareskrim Polri Irjen Pol Sutarman dan Ketua KPK Busyro Muqoddas, di Jakarta, Rabu (13/7).

Menurut Priyo, kejanggalan mengenai silang sengkarut permintaan surat utang atau revo namun kenyataannya yang diberikan FPJP. " DPR memandangnya sebagai kesalahan fatal. Kenapa surat yang cacat bawaannya atau yang sudah salah ini, kok berujung pada penggelontoran dana melalui FPJP," katanya.

Kendati demikian, KPK belum sampai menemukan titik yang lebih terang sehingga berkesimpulan adanya pelanggaran atau kejanggalan tersebut akan ditindaklanjuti secara serius.

Di lain pihak, Anggota Tim Pengawas (Timwas) Kasus Bank Century, Bambang Soesatyo, mengatakan KPK kini menyadari adanya pelanggaran yang telah dilakukan Bank Indonesia (BI) yang masih berkaitan dalam proses pengambilan keputusan mengenai dana talangan atau "bailout" terhadap Bank Century.

"KPK akhirnya sadar ada pelanggaran dari BI di mana ada aturan yang diubah, ada aturan yang dilanggar, dan (pelanggaran itu) baru diakui KPK hari ini," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement