REPUBLIKA.CO.ID,KUPANG--Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) IX Udayana Mayor Jenderal TNI Leonard Louk memprotes pembangunan jaringan listrik tenaga surya oleh pemerintah Timor Leste di wilayah perbatasan yang berada di zona steril atau zona bebas.
"Jaringan listrik bertenaga surya (solar cell) yang dibangun tersebut, berada di perbatasan Distrik Oeccuse dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) Indonesia," kata Mayjen Leonard di Kupang, Sabtu, saat berdialog dengan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya dan sejumlah tokoh masyarakat, pasca kunjungannya ke sejumlah wilayah perbatasan di timor barat Nusa Tenggara Timur.
Dia mengatakan, terhadap persoalan ini, pihaknya akan mengadukan ke pemerintah pusat untuk menyelesaikannya, demi terciptanya keamanan dan kedamaian antarmasyarakat di wilayah perbatasan tersebut.
"Saya akan membuat laporan lengkap ke Menko Polhukam (Djoko Suyanto, red), Mendagri (Gamawan Fauzi) bahwa di perbatasan Indonesia-Timor Leste ada masalah yang harus diselesaikan," kata dia.
Dia mengatakan, pelaksanaan pembangunan sistem jaringan listrik tersebut, telah membuat resah masyarakat Indonesia di wilayah perbatasan dan mendapatkan protes keras, karena berada di zona steril atau zona bebas.
Warga masyarakat di Desa Haumeni Ana, Kabupaten Timor Tengah Utara yang berbatasan langsung dengan Distrik Oecusse, Negara Timor Leste, kata dia , memprotes pembangunan jaringan listrik solar cell tersebut oleh Pemerintah Timor Leste.
Pangdam Udayana mengaku telah meninjau lokasi pembangunan itu, dan mendapat laporan dari Bupati Timor Tengah Utara Raymundus Fernandez bahwa warga di perbatasan nyaris terlibat konflik dengan warga Timor Leste.
"Masih ada upaya pihak luar untuk memprovokasi anggota dan warga perbatasan. Namun, saya minta agar mereka tidak terprovokasi," katanya.
Kepala Desa Haumeni Ana Siprianus Asuat, yang dihubungi terpisah mengatakan warga setempat telah memprotes pembangunan jaringan listrik bertenaga matahari Timor Leste itu, karena pembangunannya dilakukan di wilayah steril atau zona netral kedua negara.
Padahal, menurut dia, berdasarkaan kesepakatan kedua negara pada 2005 yang dihadiri dua kelompok masyarakat kedua negara, telah disepakati bahwa zona ini dijadikan untuk zona bebas.
"Kita protes karena mereka (Timor Leste) bangun di zona terlarang," kata Siprianus Asuat.
Pangdam menambahkan, setiap persoalan yang terjadi di wilayah perbatasan, harus mendapatkan perhatian yang lebih baik dan serius dari semua pihak termasuk para pemangku kepentingan dua negara, sehingga tidak menjadi persoalan yang berkepanjangan.
"Jika bisa diselesaikan secara baik, saya kira keamanan dan kedamaian warga di masing-masing wilayah perbatasan bisa berjalan dengan baik," kata Leonard