REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menegaskan penagih utang atau yang populer disebut sebagai "debt collector" seharusnya tidak boleh digunakan oleh bank untuk menagih utang para nasabah.
"Saya berpendapat `debt collector tidak boleh dipergunakan," ujarnya usai pengucapan sumpah hakim konstitusi Anwar Usman di Istana Negara, Jakarta, Rabu. Patrialis berpendapat penggunaan penagih utang oleh bank sebenarnya cacat hukum dan ia mengimbau agar bank tidak menggunakan jasa mereka untuk menagih utang nasabah.
"Diimbau untuk tidak melalukan seperti itulah. Sebaiknya tidak ada `debt collector. Alasannya sudah kita lihat, ini ada `accident? besar sampai orang meninggal dunia. Ini kan contoh konkrit," tuturnya. Ia berpendapat peristiwa itu merupakan pelanggaran hukum sebagai akibat samping dari kegiatan para penagih utang yang main hakim sendiri.
"Ini kan yang kita dapatkan informasinya begitu, walaupun kita tidak berada di sana. Ini kan bagian dari 'excess' akibat yang timbul karena main hakim sendiri. Pelanggarannya memaksa orang seperti itu bagaimana. Apalagi sampai pada tingkat penganiayaan," tuturnya.
Patrialis mengatakan tanpa menggunakan jasa penagih utang sebenarnya bank bisa melakukan penagihan kepada nasabah melalui dua model yang berlaku dalam simpan meminjam. "Pertama, ada yang namanya fiducia. Fiducia itu juga satu pengakuan yang diberikan oleh negara apabila terjadi kemacetan dalam pinjam-meminjam, itu bisa dilakukan penyitaan dengan bekerja sama dengan aparatur negara yang diberikan legalitas," jelasnya.
Sedangkan untuk pinjam meminjam yang melibatkan benda tidak bergerak atau hipotek, lanjut dia, bisa diterapkan eksekusi penyitaan tanpa proses persidangan di pengadilan. "Ini bisa kita jadikan satu model untuk ke depan. Dua cara itu harus bisa diterapkan bersama-sama dengan aparatur pemerintahan," demikian Patrialis.