REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA--Hujan abu kembali melanda Yogyakarta dan sebagian wilayah Jawa Tengah. Letusan demi letusan yang masih terjadi di Gunung Merapi sejak pagi hingga sore hari telah menyemburkan material vulkanis ke udara.
Hujan abu yang melanda Yogyakarta baru berlangsung sekitar pukul 19.30. Abu vulkanis tipis itu menyelimuti udara Kota Yogyakarta. Sejumlah icon wisata di Kota ini seperti Malioboro, Kotagede, Prambanan dan sebagainya tak luput dari guyuran abu vulkanis. "Hujan abunya tipis sehingga jarak pandang hanya 6 meter,’’ kata Didik Suprapto warga Kotabaru Yogyakarta, Kamis (4/11).
Hujan abu di Malioboro membuat para wisatawan baik domestik maupun asing ikut kalang kabut. Mereka berlarian masuk ke koridor pertokoan dan segera mengenakan masker. Sejumlah relawan terlihat di berbagai sudut kota mulai membagikan masker kepada pengguna jalan.
Suasana serupa juga terpantau di Magelang. Hujan abu di kota ini justru lebih besar. Pardi (45) warga Muntilan menyebut daerahnya sedang dilanda hujan pasir. "Ini bukan debu tapi agak besar mirip pasir,’’ terangnya.
Akibat kondisi ini sebagian besar pengendara sepeda motor maupun roda empat terpaksa memperlambat laju kendaraan. Bahkan tidak sedikit yang menghentikan laju kendaraannya. "Jarak pandang cuma 2 meter, sangat berbahaya,’’ papar Sulis.
Sebelum hujan abu, dari pantauan Republika, hujan di bagian puncak Gunung Merapi menyebabkan aliran lahar dingin segera mengalir ke Sungai Gajah Wong, Code dan Winongo yang ada di Kota Yogyakarta. Sementara di Sleman, Kali Kuning, Gendol dan Krasak juga dipenuhi lumpur dari lahar dingin. Sungai-sungai tersebut juga menebarkan aroma belerang.
Masyarakat sejak di posko utama Pakem hingga kilometer 9 juga mendengar suara gemuruh dan dentuman yang tidak jelas sumbernya. Yang pasti, suara gemuruh itu menyebabkan genting dan kaca rumah bergetar. Suara tersebut berlangsung sejak siang hari saat hujan deras hingga malam pukul 20.00 masih terdengar. "Kita belum tahu, tapi kalau mengurut suaranya sepertinya dari arah utara tapi menjorok ke timur (Merapi),’’ jelasnya.
Kondisi ini menyebabkan masyarakat dilanda kepanikan. Apalagi tubuh Merapi tertutup oleh kabut tebal. Sementara semburan awan panas (wedhus gembel) juga tidak terlihat.