REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Majelis Hakim Konstitusi perkara uji materi Undang Undang (UU) tentang KUHAP menyarankan Yusril Ihza Mahendra untuk memperbaiki tuntutannya. Sebab ada hal yang tidak masuk dalam kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Putusan MK belum pernah menunjuk nama dan memerintahkan sesuatu seperti perkara konkret," ujar Ketua Majelis Hakim, Harjono, saat persidangan, Senin (01/11). Menurutnya, persidangan uji materi di MK tidak pernah terkait subjek tertentu, karena putusannya bersifat umum.
Seperti yang diketahui, Mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (HAM), Yusril Ihza Mahendra dalam permohonannya memuat satu tuntutan yang meminta MK menyatakan putusan terhadap perkara uji materi ini membuat implikasi konstitusional dan yuridis kepada penyidik Kejaksaan Agung yang memeriksa pemohon (Yusril) untuk menghadirkan dan memeriksa saksi-saksi yang menguntungkan. Saksi-saksi yang dimaksud adalah Megawati Soekarno Putri, Jusuf Kalla, Kwik Kian Gie, dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Terkait perkara uji materi itu sendiri, Yusril meminta tafsir MK terkait pasal 1 angka 26 dan 27 UU tentang KUHAP. Pasal tersebut menyebutkan definisi kualifikasi saksi dan keterangan saksi, tetapi belum mengatur tentang saksi menguntungkan bagi tersangka.
Selain, mempermasalahkan tentang tuntutan untuk memerintahkan Kejaksaan Agung memanggil saksi-saksi menguntungkab bagi Yusril.
MK juga menilai bahwa tuntutan Yusril yang lain masih kurang jelas dan belum spesifik. Menurut Harjono, mekanisme MK dalam memberikan penafsiran pada sebuah norma UU adalah melalui putusan Konstitusional Bersyarat. Artinya sebuah norma berlaku asalkan sesuai dengan penafsiran MK.
"Tetapi dengan petitum (tuntutan) seperti ini bakal membuka peluang ke MK untuk mengambil keputusan dengan cara yang lain," katanya. Sebaiknya, Yusril harus bisa meringkas tuntutannya itu atau memformulasikannya menjadi satu klausa agar ada pilihan bagi MK untuk memutuskan Konstitusional Bersyarat.