Selasa 24 Aug 2010 09:08 WIB

Pengacara Klaim Tutut Kembali Kuasai TPI

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kuasa hukum Siti Hardiyanti Indra Rukmana --akrab disapa Mbak Tutut--, Harry Ponto, mengatakan dengan telah dicabutnya gugatan dari PT Media Nusantara Citra di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, maka kliennya kembali menguasai penuh saham Televisi Pendidikan Indonesia.

"Persidangan di PTUN tersebut telah membuka fakta yang selama ini ditunggu Ibu Tutut. SK TPI sejak 2005 dan seterusnya dianggap tidak pernah ada sehingga TPI kembali dikuasai oleh Ibu Siti Hardiyanti Rukmana," kata kuasa hukum Mbak Tutut, Harry Ponto kepada wartawan di Jakarta, Senin.

Lebih lanjut Harry Ponto menjelaskan bahwa PT MNC telah mencabut gugatannya kepada Dirjen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM di PTUN Jakarta. Dia juga membacakan surat tanggapan pencabutan gugatan yang disampaikan Kementerian Hukum dan HAM pada persidangan di PTUN pada 19 Agustus 2010.

Dalam surat tanggapan tersebut pada Huruf A disebutkan bahwa telah terjadi kesalahan prosedural dalam pengesahan Akta Nomor 16 tanggal 18 Maret 2005. Menurut dia, seharusnya diproses terlebih dahulu adalah Akta No. 114 tertanggal 17 Maret 2005 karena telah melakukan akses lebih dahulu, tetapi aksesnya diblokir oleh PT Sarana Reksatama Dinamika sebagai pengelola Sisminbakum.

Bahwa pemblokiran dan pembukaan akses oleh PT SRD tersebut tanpa perintah dari pejabat yang berwenang dari Dirjen AHU. " Ibu Tutut bersyukur dengan dicabutnya gugatan tersebut sehingga beliau sekarang kembali memiliki saham TPI," kata Harry menegaskan.

Anggota kuasa hukum lainnya, Ria Dwi Latifa, mengatakan pihaknya telah melaporkan Bambang Hary Tanoesoedibjo ke Polda Metro Jaya atas tindak pidana berupa memberikan keterangan palsu pada akta otentik. "Ada dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan PT SRD dalam melakukan pemblokiran di luar wewenang dan tugasnya yang seharusnya ini dilakukan pemerintah," kata Dwi Latifa menandaskan.

Dwi merasa heran bagaiman PT SRD bisa melakukan tindakan sewenang-wenang, padahal pejabat yang seharusnya memiliki kewenangan tidak tahu-menahu. "Siapa tahu kejadian seperti ini tidak hanya TPI yang terkena, bisa jadi yang lain juga kena," kata Dwi.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement