REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG--Komisi Yudisial berencana memeriksa anggota majelis hakim di Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang yang menyidangkan kasus pelanggaran Undang-Undang tentang Perlindungan Anak dengan terdakwa Pujiono Cahyo Widianto alias Syekh Puji. "Pemeriksaan tersebut untuk menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat yang menyebutkan bahwa proses persidangan Syekh Puji yang kembali dilaksanakan itu terdapat kejanggalan," kata Koordinator Hubungan Antarlembaga Komisi Yudisial, Soekotjo Soeparto, di Semarang, Selasa.
Ia mengatakan, selain akan memeriksa majelis hakim, pihaknya juga akan menerjunkan tim investigasi untuk mengawasi jalannya persidangan lanjutan di Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang.
Kendati demikian, dia belum dapat memastikan kapan tim investigasi tersebut diterjunkan langsung ke lapangan. "Saat ini kami sedang mempersiapkan tim investigasi yang diharapkan dapat memberikan informasi terkait jalannya persidangan dengan terdakwa Syekh Puji itu," ujarnya.
Mengenai adanya wacana penggantian majelis hakim kasus Syekh Puji karena dianggap memihak pada terdakwa, Kepala bagian Humas Pengadilan Tinggi Jawa Tengah, Soedarmadji, mengatakan hal tersebut merupakan wewenang kepala pengadilan setempat. "Sesuai dengan perundangan-undangan, penunjukan majelis hakim adalah kewenangan pengadilan negeri, tempat di mana kasus itu dilaksanakan," katanya.
Ia mengatakan majelis hakim yang menyidangkan kasus Syekh Puji masih bisa diubah dengan satu syarat, yakni hakim yang bersangkutan memiliki hubungan keluarga atau kekerabatan dengan pihak yang berperkara. "Di luar hal tersebut, saya kira tidak ada," ujarnya.
Menurut dia, jika dilakukan penggantian majelis hakim yang tidak berdasarkan ketentuan yang berlaku, justru menimbulkan kesan bahwa pengadilan diintervensi oleh pihak lain serta tidak proporsional.
Seperti diberitakan sebelumnya, sidang lanjutan dengan terdakwa Syekh Puji yang sempat dihentikan selama beberapa waktu kembali digelar di PN Kabupaten Semarang, Rabu (30/6), setelah Mahkamah Agung menolak pengajuan kasasi putusan sela kasus pelanggaran UU tentang Perlindungan Anak tersebut.
Namun, sidang lanjutan yang berlangsung tertutup dan mendapat pengamanan yang tidak terlalu ketat dari pihak kepolisian itu akhirnya ditunda karena saksi yang dihadirkan jaksa ditolak oleh majelis hakim yang diketuai Hari Mulyanto.
Majelis hakim berpendapat bahwa saksi yang harus dihadirkan pertama kali adalah saksi korban, Lutfiana Ulfa, sesuai dengan Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), bukan menghadirkan saksi sekaligus pelapor, yakni salah seorang aktivis dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) Kompak bernama Legiyanto.