JAKARTA--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membahas RUU Keprotokolan bersama sejumlah menteri dalam Rapat Kabinet Terbatas, di Kantor Presiden, Kamis (6/5). RUU itu terkait dengan penyelenggaraan kegiatan kenegaraan. Presiden meminta RUU tersebut tidak dianggap remeh.
''Kita tidak boleh meremehkan tentang aturan keprotokolan ini, baik itu dalam penyelenggaraan kegiatan kenegaraan, maupun pemerintahan, maupun dalam kegiatan diplomasi dan yang bersifat hubungan antarbangsa, termasuk sejumlah kegiatan protokoler yang merujuk pada tata upacara militer,'' kata Presiden ketika membuka rapat.
Menurut Presiden, Indonesia tentu akan bangga jika menjadi tuan rumah acara internasional dan terselenggara dengan baik. ''Kalau kita asal-asalan, aneh, tidak menghormati apa yang kita susun sendiri, ya terus terang embarrassing, kita dilihat oleh dunia loh kok acak-acakan begitu, kok kacau begitu, kok tak lazim,'' imbuhnya.
Dalam menyusun RUU Keprotokolan itu, Presiden mengingatkan ada tiga pilar yang harus diikuti dan menjadi rujukan agar RUU menjadi baik. Pertama, RUU harus merujuk kepada budaya bangsa, identitas atau jati diri, tradisi yang sifatnya khas dan unik. Kedua, RUU harus merujuk pada tata cara atau protokol yang berlaku pada masyarakat internasional yang seolah-olah menjadi semacam konvensi atau tradisi dunia, seperti ketika melakukan pertemuan bilateral.
''Dengan demikian karena kita juga sering menerima kunjungan tamu negara, kita juga sering berkunjung ke negara negara lain, diharapkan ada sejumlah norma, nilai dan tata cara yang memang dikenal dan dianut oleh masyarakat dunia,'' jelasnya. Rujukan yang ketiga adalah menjaga apa yang telah berlaku di negeri ini sejak Presiden Soekarno sampai sekarang.