Jumat 31 Dec 2021 14:05 WIB

Nasdem Kritik DPR Hanya Selesaikan 8 dari 33 RUU Prolegnas Prioritas 2021

Nasdem kritik DPR hanya selesaikan 8 dari 33 RUU Prolegnas Prioritas 2021

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bayu Hermawan
Gedung DPR RI.
Foto: ANTARA FOTO/ FAUZAN
Gedung DPR RI.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Nasdem Bidang Hubungan Legislatif, Atang Irawan mengatakan bahwa fungsi legislasi DPR tak mengalami perubahan signifikan. Dari 33 RUU yang masuk program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas, mereka hanya menyelesaikan delapan saja.

"Jika berkaca ke belakang maka dapat dikatakan bahwa Prolegnas masih mengalami potret buram," ujar Atang lewat keterangan tertulisnya, Jumat (31/12).

Baca Juga

DPR hanya mengesahkan delapan RUU dari 33 RUU yang ditetapkan dalam Prolegnas Prioritas 2021. Delapan RUU tersebut di antaranya RUU Kejaksaaan, RUU Jalan, RUU Otonomi Khusus Papua, RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, RUU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, serta tiga RUU mengenai pembentukan pengadilan di beberapa daerah.

Padahal, Prolegnas Prioritas bukan hanya sebatas deretan daftar RUU yang akan dibahas dalam satu tahun. Di mana hanya terkesan dalam rangka memenuhi target, tapi seharusnya penetapannya didasarkan pada tujuan bernegara yang secara filosofis.

"Sehingga Prolegnas bukan hanya keranjang sampah yang kemudian dipungut dengan dasar kesukaan lembaga pembentuk undang-undang," ujar Atang.

Miris menurutnya, banyak RUU yang memiliki relasi kuat dengan pemenuhan hak konstitusional rakyat justru tidak ditetapkan sebagai undang-undang. Beberapa di antaranya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, dan RUU Masyarakat Hukum Adat.

"Sebaiknya tarik-menarik kepentingan dan perbedaan pandangan menjadi kekuatan pokok dalam perumusan, pembahasan, dan penetapan RUU yang berimplikasi kepada perlindungan hak-hak fundamental rakyat," ujar Atang.

Ia menyarankan agar pemerintah sebaiknya membentuk pusat/badan regulasi nasional. Tujuannya, agar dalam segi formal peraturan perundang-undangan tidak berakibat munculnya disharmoni, tertata dengan baik, dan lebih efektif.

"Potret buram orkestrasi politik legislasi nasional 2021 sebaiknya menjadi catatan strategis di tahun 2022, sehingga tidak perlu terlalu banyak daftar deretan RUU yang pada ujungnya juga tidak selesai dengan maksimal," ujar Atang.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement