REPUBLIKA.CO.ID, AMBON, – Pascasarjana Fakultas Perikanan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Pattimura (Unpatti) Maluku mengintegrasikan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam proses pembelajaran ilmu kelautan. Langkah ini diambil guna mempercepat transformasi digital perguruan tinggi dan meningkatkan daya saing lulusan di sektor kemaritiman.
Menurut Rektor Unpatti, Prof Freddy Leiwakabessy, Sabtu, integrasi AI tidak lagi menjadi wacana konseptual, tetapi telah diterapkan melalui pengembangan kurikulum berbasis Outcome Based Education (OBE) dan metode penelitian yang mendukung analisis big data kelautan.
"Hari ini peta keilmuan kelautan tidak bisa dilepaskan dari AI. Dari riset oseanografi, perikanan tangkap, penginderaan jauh, hingga mitigasi bencana, semua membutuhkan teknologi. Karena itu, Unpatti mengambil sikap jelas bahwa AI harus menjadi bagian ekosistem pembelajaran," ujarnya.
Diskusi Kelompok
Gagasan ini didukung oleh diskusi kelompok yang dilaksanakan Unpatti bertema Penguatan Kurikulum OBE Program Studi Magister Ilmu Kelautan: Relevansi Industri, Masyarakat, dan Integrasi AI dalam Era Transformasi Digital.
Prof Leiwakabessy menegaskan bahwa pemanfaatan AI tidak bertujuan menggantikan peran peneliti dan mahasiswa, tetapi untuk mempercepat kemampuan analisis serta meningkatkan ketepatan informasi, terutama dalam pengelolaan ekosistem laut yang dinamis dan kompleks.
Langkah Konkret
Unpatti telah melakukan sejumlah langkah konkret, termasuk pengembangan Laboratorium Marine AI dan Data Science yang saat ini dalam proses perancangan bersama BRIN, untuk mendukung penelitian penginderaan jauh, pemodelan arus laut, perubahan iklim, dan konservasi pesisir berbasis AI.
Selain itu, Unpatti juga menyelenggarakan pelatihan bagi dosen dan mahasiswa bekerja sama dengan Universitas Hasanuddin Makassar dan praktisi industri maritim nasional agar pemanfaatan AI relevan dengan kebutuhan dunia kerja.
Kolaborasi penelitian juga dilakukan untuk memantau status sumber daya ikan, mangrove, dan terumbu karang melalui AI recognition yang dapat mendeteksi kerusakan ekosistem laut lebih cepat 60 persen dibanding metode manual.
"Kami memaksimalkan kerja sama BRIN dan Unhas bukan sebatas kegiatan ilmiah, tetapi transfer teknologi dan pemanfaatan data untuk kepentingan riset mahasiswa dan dosen Unpatti," kata dia.
Prof Leiwakabessy menyatakan bahwa upaya tersebut merupakan strategi jangka panjang untuk menyiapkan lulusan kelautan yang tidak hanya memahami sains, tetapi juga mampu mengoperasikan teknologi dan berkolaborasi dalam industri biru berkelanjutan atau blue economy.
"Maluku adalah daerah kepulauan, dan masa depan kita ada di laut. Menghadirkan AI dalam kelas dan laboratorium bukan tren, tetapi keharusan," tegasnya.
Konten ini diolah dengan bantuan AI.