Senin 01 Dec 2025 18:14 WIB

Kebingungan Mencari Kabar Keluarga di Aceh, 'Kalau tidak Ada yang Wafat, Pasti Kelaparan'

Jaringan komunikasi ke wilayah terdampak bencana masih terputus hingga saat ini.

Rep: Bayu Adji Prihammanda/ Red: Mas Alamil Huda
Petugas BPBD Nagan Raya membawa logistik korban banjir bandang untuk didistribusikan ke seberang sungai dengan menggunakan perahu di Desa Blang Meurandeh, Beutong Ateuh Banggalang, Nagan Raya, Aceh, Ahad (30/11/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Petugas BPBD Nagan Raya membawa logistik korban banjir bandang untuk didistribusikan ke seberang sungai dengan menggunakan perahu di Desa Blang Meurandeh, Beutong Ateuh Banggalang, Nagan Raya, Aceh, Ahad (30/11/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah perantau asal Sumatra di ibu kota Jakarta mengaku kesulitan untuk mencari kabar sanak saudaranya di Aceh. Pasalnya, jaringan komunikasi ke wilayah terdampak bencana masih terputus hingga saat ini.

Salah satu warga Aceh yang merantau ke Jakarta, Yadie, mengaku belum mendapatkan kabar dari keluarganya di Takengon, Aceh Tengah, Aceh, sejak Rabu (26/11/2025). Hingga hari ini, ia belum mendapatkan kabar apapun dari keluarganya di wilayah yang terdampak tanah longsor itu.

Baca Juga

"Missing dari Rabu (pekan lalu)," kata dia kepada Republika, Senin (1/12/2025).

Selama ini, ia hanya mendapatkan kabar dari media dan media sosial terkait kondisi di kampungnya. Namun, belum ada kepastian mengenai kondisi keluarganya hingga hari ini.

Yadie mengakui, pemerintah telah menyediakan akses internet menggunakan Starlink untuk warga berkomunikasi di wilayah terdampak bencana. Namun, akses menggunakan Starlink itu hanya bisa dilakukan di wilayah ibu kota Kabupaten Aceh Tengah.

Di tengah kekhawatirannya itu, Yadie masih menyimpan keyakinan bahwa keluarganya di kampung halaman masih selamat. Namun, ia khawatir keluarganya kekurangan kebutuhan makanan. "Ini kalaupun enggak ada yang wafat, pasti kelaparan," ujar Yadie.

Atas kejadian bencana itu, ia berharap pemerintah pusat dapat lebih tanggap dalam melakukan penanganan. Dengan penetapan status bencana nasional, menurut dia, penanganan di lapangan dinilai bakal lebih cepat.

"Harapannya, dijadikan sebagi bencana nasional mungkin ya biar bantuannya dan recoverynya lebih cepat kayak tsunami dulu," ujar dia.

Kekhawatiran mengenai keadaan keluarga di kampung halaman tak hanya dirasakan Yadie. Fakhri, warga asal Medan yang telah belasan tahun merantau ke Jakarta itu, juga kesulitan untuk menghubungi adiknya yang kini tinggal di Kecamatan Bendahara, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh.

"Kebetulan saya punya satu orang adik, dia menikah sama warga Tamiang Aceh," kata dia kepada Republika.

Fakhri mengaku pertama kali mendapatkan kabar bahwa kampung adiknya itu terdampak bencana banjir pada Kamis (27/11/2025). Namun, baru hari ini ia mendapatkan kabar dari suami adiknya di Aceh Tamiang.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Republika Online (@republikaonline)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement