Jumat 14 Nov 2025 10:31 WIB

Di Forum COP30 Brazil, Ketua DPD Tegaskan Masyarakat Adat Harus Dilibatkan dalam Industri Karbon

Masyarakat adat berperan dalam deforestasi hutan.

Hutan (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Hutan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dalam sejarah bangsa Indonesia dan semua bangsa di dunia, masyarakat adat telah menjadi penjaga pertama dan terbaik bagi hutan, sungai dan tanah tempat berpijak. Hal ini disampaikan ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan Baktiar Najamudin saat menjadi keynote speaker di Pavilion Indonesia COP ke-30 di Belem Brazil.

COP30 Brazil digelar dengan tema Strengthening Indigenous People and Local Communities in Forest Area to Increase Economic Benefit.

"Masyarakat adat tidak melihat hutan sebagai aset yang dieksploitasi, tetapi sebagai kekuatan kosmik dan eksosistem yang memberi kehidupan, sehingga perlu terus dijaga keberlanjutannya," ujar mantan aktivis KNPI itu.

Sultan mengungkapkan kearifan lokal masyarakat adat di setiap daerah dalam menjaga ekosistem hutan adalah fondasi penting bagi Indonesia dalam merumuskan strategi global menuju Forestry and Other Land Uses (FOLU) Net Sink 2030.

"Kami berpandangan eksistensi dan peran masyarakat adat tidak bisa dipisahkan dari upaya pemimpin dunia dalam menyeimbangkan suhu bumi dan emisi karbon. Masyarakat Adat harus dilibatkan dalam industri karbon yang inklusif agar lebih berintegritas," kata dia.

Sebagai representasi daerah, jelasnya, lembaga DPD RI telah menginisiasi Rancangan Undang-undang Masyarakat Adat yang menjadi RUU prioritas pada program legislasi Nasional tahun 2025.

"Untuk memastikan prinsip keadilan dan jaminan perlindungan terhadap masyarakat adat dalam agenda ketahanan iklim, kami telah mengusulkan seperangkat RUU Masyarakat Adat. Sebuah komitmen kebijakan yang kami bangun di atas foundasi gagasan politic green democracy," ungkap Mantan ketua HIPMI Bengkulu itu.

Pemerintahan president Prabowo Subianto juga telah berkomitmen mengalokasikan anggaran Dana Konservasi kepada setiap Desa, sebagai upaya meningkatkan kualitas Dan kapasitas serapan carbon di hutan hujan tropis Indonesia.

Sultan mengatakan Indonesia telah menurunkan laju deforestasi ke titik terendah dalam dua dekade terakhir, merehabilitasi 3,6 juta hektare lahan, serta memperluas ekonomi karbon berbasis hutan. Menurut Sultan, keberhasilan penurunan laju deforestasi itu, tidak hanya datang dari kebijakan pemerintah, melainkan dari partisipasi aktif masyarakat adat dan komunitas lokal melalui kearifan lokal yang dimilikinya.

Presiden Prabowo Subianto, lanjut Sultan, berkomitmen pada penguatan nilai ekonomi karbon, didukung dengan Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 yang mengatur Nilai Ekonomi Karbon (NEK) termasuk perdagangan karbon dan pengendalian emisi gas rumah kaca (GRK).

"Kebijakan ini telah diperkuat sebelumnya dengan dokumen komitmen iklim Second Nationally Determined Contribution (NDC) yang memiliki peran penting untuk menumbuhkan ekonomi berkelanjutan," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement