Kamis 30 Oct 2025 11:10 WIB

Setahun Pemerintahan Prabowo–Gibran, Dosen UMJ Tekankan Integrasi YPS

Pemuda merupakan agen perdamaian dan perubahan sosial.

Dosen FISIP UMJ, Dr. Debbie Affianty, M.Si., (Kedua dari kanan) pada seminar nasional bertajuk Muda, Bergerak, dan Berdaya: Refleksi Peran Pemuda dalam Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran di Aula Kasman Singodimedjo, FISIP UMJ, Selasa (28/10/2025)
Foto: dokpri
Dosen FISIP UMJ, Dr. Debbie Affianty, M.Si., (Kedua dari kanan) pada seminar nasional bertajuk Muda, Bergerak, dan Berdaya: Refleksi Peran Pemuda dalam Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran di Aula Kasman Singodimedjo, FISIP UMJ, Selasa (28/10/2025)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (FISIP UMJ) Debbie Affianty menekankan integrasi agenda Youth, Peace, and Security (YPS) dalam seminar nasional bertajuk 'Muda, Bergerak, dan Berdaya: Refleksi Peran Pemuda dalam Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran'. Seminar yang diselenggarakan oleh Laboratorium Indonesia dan Global Studies (LIGS) atau Lab Politik FISIP UMJ ini berlangsung di Aula Kasman Singodimedjo, FISIP UMJ, Selasa (28/10/2025).

Dalam presentasinya berjudul Youth, Peace, and Security (YPS) dalam Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran, Debbie menjelaskan agenda YPS berakar dari Resolusi Dewan Keamanan PBB 2250 (2015). Hal ini menempatkan pemuda bukan hanya sebagai korban atau pelaku konflik, tetapi sebagai agen perdamaian dan perubahan sosial.

“Kepemimpinan muda tidak otomatis berarti agenda pemuda yang berdaya dan damai. Pertanyaannya, apakah negara sudah memberi ruang aman dan bermakna bagi pemuda untuk berkontribusi pada perdamaian?” ujarnya.

photo
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (FISIP UMJ) Debbie Affianty. - (dokpri)

Menurutnya, satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran perlu dievaluasi dari sejauh mana kebijakan pembangunan manusia memprioritaskan peacebuilding di kalangan muda serta memperkuat dimensi keamanan insani (human security). Ia mengakui representasi politik pemuda meningkat, namun masih terdapat policy gap antara simbol dan substansi.

“Banyak wajah muda masuk kabinet dan staf khusus, tapi representasi politik tidak selalu berarti partisipasi substantif,” kata dia.

Ia menilai kebijakan sosial dan pendidikan masih lebih fokus pada vokasi dan ekonomi kreatif, namun belum terintegrasi dengan peace education dan civic engagement. Ia menambahkan pentingnya penerapan panduan startegis bagi negara melalui lima pilar YPS, yaitu Partisipasi, Perlindungan, Pencegahan, Kemitraan, dan Reintegrasi.

Debbie juga menegaskan bahwa potensi 65 juta pemuda Indonesia merupakan kekuatan besar yang membutuhkan ruang partisipasi bermakna dalam perumusan dan implementasi kebijakan nasional.

Debbie mendorong agar agenda YPS diintegrasikan ke dalam RPJMN, Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN P/CVE), serta disinergikan dengan agenda Women, Peace, and Security (WPS).

“Pemuda dan perempuan memiliki akar perjuangan yang sama, yakni memperluas definisi keamanan dan memastikan kelompok marjinal ikut menentukan perdamaian,” kata dia.

Debbie berharap setiap perguruan tinggi dapat berperan aktif dalam membangun literasi perdamaian, keamanan digital, dan inklusi sosial melalui pendidikan serta advokasi berbasis nilai-nilai kemanusiaan. Ia juga mendorong lahirnya Youth Peace Ambassadors yang berjejaring dengan komunitas akar rumput untuk memperkuat kohesi sosial dan mencegah kekerasan di tengah masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement